Suara tembakan terus bergema di Kamp Jenin selama lebih dari sebulan tanpa tanda-tanda penyelesaian krisis antara pejuang di dalam kamp dan aparat keamanan Otoritas Palestina, yang bersikeras melanjutkan operasi keamanan di wilayah tersebut.
Akibatnya, sekitar 14 ribu penduduk kamp harus menanggung dampak kampanye ini, termasuk kekurangan air, pemadaman listrik, dan pembatasan akses melalui pos pemeriksaan keamanan di pintu masuk kamp.
Penduduk setempat melaporkan bahwa pemegang kartu identitas kamp dilarang masuk atau keluar, sementara kendaraan lapis baja milik aparat keamanan menutup semua pintu masuk kamp. Ini memaksa setiap orang yang mencoba melewati pos untuk diperiksa dan diinterogasi.
Namun, juru bicara pasukan keamanan Palestina, Anwar Rajab, membantah adanya blokade di kamp tersebut. Ia menyatakan bahwa “siapa saja bisa masuk ke kamp tanpa ditanya,” dan menegaskan bahwa aparat keamanan mendistribusikan air ke rumah-rumah secara berkala.
Rajab juga menyebut bahwa tim pemadam kebakaran dan pekerja perusahaan listrik telah beberapa kali diberi akses untuk memperbaiki jaringan listrik. Namun, ia menuduh para pejuang di kamp menembaki fasilitas yang telah diperbaiki, tuduhan yang dibantah oleh pejuang dan penduduk kamp.
Ancaman Besar
Um Syaib, seorang warga kamp, mengatakan, “Kami mencoba memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan dari luar kamp, tetapi keluar rumah sangat berbahaya. Kami harus melewati pandangan penembak jitu yang ditempatkan di atap bangunan tinggi di setiap sudut kamp, serta kendaraan lapis baja milik aparat keamanan. Setiap kali kami melewati mereka, kami ditanyai identitas dan ponsel kami diperiksa. Situasinya sangat sulit, tidak ada rasa aman. Setiap kali kami keluar membeli makanan, kami takut tertembak.”
Ia menambahkan kepada Al Jazeera, “Sambil menunggu solusi, situasi semakin sulit dari hari ke hari. Kemarin, sekelompok orang dari desa sekitar mencoba membawa masuk kantong-kantong roti untuk dibagikan kepada warga kamp. Namun, aparat keamanan mencegah kendaraan mereka masuk dan menyita roti tersebut. Tidak ada yang sampai kepada keluarga-keluarga di sini. Situasinya sangat buruk; kami menghadapi dinginnya cuaca tanpa listrik, serta kekurangan air dan makanan setiap hari.”
Penduduk kamp juga melaporkan bahwa aparat keamanan di pintu masuk kamp memeriksa identitas para pengunjung dan melarang beberapa kendaraan, termasuk tangki air dan taksi, masuk tanpa koordinasi terlebih dahulu.
Um Syaib menambahkan, “Di kamp tidak ada toko yang menjual daging, ayam, atau bahkan roti. Semua harus dibeli dari luar kamp di tengah baku tembak yang terus berlangsung.”
Ia melanjutkan, “Keluar rumah bagi pemuda sangat berbahaya; mereka berisiko tertembak atau ditangkap. Karena itu, memenuhi kebutuhan harian kini menjadi tanggung jawab para perempuan di setiap keluarga. Kami keluar rumah untuk mencari roti, obat, dan air, tetapi bahkan itu pun menjadi berbahaya dengan adanya tembakan yang terus menerus.”
Tanpa Perawatan
Pagi ini, warga kamp terbangun oleh suara ledakan berturut-turut dan tembakan yang intens ke arah rumah-rumah. Mereka melaporkan adanya upaya dari aparat keamanan Palestina untuk masuk ke dalam kamp, yang mendapat perlawanan dari para pejuang.
Salah satu bentrokan paling signifikan terjadi di Jalan Mahyub, di mana aparat keamanan Palestina berhasil maju sedikit, tetapi mengakibatkan sejumlah warga terluka. Um Syaib mengatakan, “Kami mendengar suara jeritan yang sangat jelas, diikuti suara sirene ambulans yang mencoba membawa para korban.”
Ia menegaskan bahwa layanan kesehatan di kamp sangat buruk selama hampir 40 hari terakhir. Klinik UNRWA tutup akibat situasi ini, sehingga pasien kesulitan mendapatkan perawatan di luar kamp. Ambulans pun sulit menjangkau banyak lorong kecil, sehingga relawan dari dalam kamp harus mengangkut korban menggunakan gerobak yang ditarik sepeda. Namun, beberapa relawan ini dihalangi aparat keamanan, bahkan ada yang diinterogasi.”
Ada banyak lansia yang membutuhkan obat untuk diabetes dan asma, serta pasien kanker yang memerlukan alat bantu oksigen yang bergantung pada listrik, padahal listrik juga tidak ada. Tidak ada apotek yang buka di kamp. Kami sangat menderita. Solusi harus segera ditemukan,” katanya.
Seorang pemimpin Brigade Jenin dalam pernyataan kemarin menyebut bahwa aparat keamanan telah menangkap banyak warga yang terluka di kamp, termasuk dari Rumah Sakit Pemerintah Jenin. Pernyataan ini dikeluarkan untuk menanggapi klaim juru bicara pasukan keamanan Palestina dalam konferensi pers yang menyebut bahwa 274 orang telah ditangkap sejauh ini, dengan tuduhan sebagai “pelaku kriminal.”
Kehidupan yang SulitDi tengah suara tembakan yang intens, Mais Al-Ghul, seorang warga kamp, berbicara kepada Al Jazeera tentang kesulitan yang dihadapinya.
“Tidak ada roti di rumah. Saya mencoba keluar untuk membeli seikat roti, tetapi penembak jitu memberi isyarat agar saya kembali ke rumah. Kami tidur dan bangun dengan rasa takut ditembak. Semua rumah di kamp telah terkena tembakan. Dinding-dinding penuh bekas peluru.”
Mais, seorang ibu dari lima anak, mengeluhkan minimnya fasilitas di kamp. Banyak orang kehilangan pekerjaan mereka karena meningkatnya ketegangan, yang berarti semakin banyak pengangguran.
“Saya adalah satu-satunya pencari nafkah untuk anak-anak saya. Saya biasa bekerja di luar kamp dengan upah harian, tetapi sejak kampanye keamanan dimulai, saya tidak bisa lagi bekerja. Sekarang, saya tidak dapat membayar sewa rumah, menyediakan makanan untuk anak-anak, atau bahkan membeli gas untuk memasak,” ungkapnya.
Ia menambahkan, “Anak saya membutuhkan vaksinasi usia enam bulan, tetapi klinik UNRWA tutup. Ini berarti dia dan semua anak di kamp seusianya atau lebih muda tidak bisa mendapatkannya. Kami hidup dalam situasi yang sangat sulit tanpa kesalahan kami.”
Mais juga menyampaikan, “Apa yang terjadi ini lebih sulit dibandingkan serangan pendudukan Israel karena mereka adalah musuh kami. Tetapi kehilangan kebutuhan hidup dasar akibat saudara sebangsa jauh lebih menyakitkan.”
Ia terpaksa meninggalkan rumahnya setelah serangan terakhir Israel ke Kamp Jenin pada September lalu, di mana rumahnya dibakar habis, dan ia kehilangan semua miliknya. Kini, ia kehilangan pekerjaan dan kesulitan memberi makan lima anaknya karena kampanye keamanan ini.
Sumber: Al Jazeera