Spirit of Aqsa- Musim dingin yang semakin dekat, penderitaan para pengungsi di Gaza semakin parah. Mereka terpaksa meninggalkan rumah mereka dan berjalan jauh mencari tempat berlindung dari dinginnya musim dingin yang akan segera tiba.

Di Stadion Palestina, Kota Gaza, ribuan pengungsi berkumpul dengan harapan bisa mendapatkan tenda untuk melindungi mereka dari cuaca yang keras.

“Kami mengungsi dari utara Gaza, dari Beit Lahiya, berjalan kaki bersama anak-anak, tetangga, dan keluarga kami,” ujar salah seorang wanita Gaza yang mengungsi di stadion tersebut.

“Kami menuju Stadion Palestina di mana mereka membagikan tenda-tenda kecil. Sekarang kami 25 orang dalam satu tenda, kami menderita karena kedinginan, namun kami sabar dan ikhlas, kami bukan pengemis.”

Dalam adegan lain yang penuh emosi, seorang wanita lainnya menceritakan perjalanan pengungsian yang memilukan, sambil mengeluh karena sakit di tangannya: “Kami mengungsi dari utara Gaza, melewati 16 pos pemeriksaan. Di pos pemeriksaan administrasi, mereka mengambil anak saya yang kecil, dia membawa dua tas, tangan saya sakit dan saya tidak mampu membawa tas-tas itu, jadi saya terpaksa meninggalkannya. Tas itu berisi pakaian anak-anak saya dan barang-barang pribadi mereka. Sekarang, kami di sini tanpa apa-apa, tidur di bawah langit terbuka.”

Kekurangan Fasilitas Kesehatan

Seorang pria lanjut usia yang menderita tekanan darah tinggi menambahkan, “Kami di sini di bawah langit terbuka, tanpa perlindungan dari dingin atau hujan. Saya sakit tekanan darah tinggi, dan sudah lebih dari dua bulan saya tidak minum obat saya. Masalah terbesar kami adalah tenda dan tempat berlindung. Kami kekurangan segalanya: makanan, minuman, obat-obatan.”

Kekurangan fasilitas kesehatan menjadi penderitaan lain yang terus menghantui mereka. Seorang pengungsi mengatakan, “Kami membutuhkan sesuatu untuk melindungi tenda kami, karena itu hanya selembar kain. Ayah saya sakit, istri saya juga sakit, tidak ada cukup makanan atau minuman.”

Dia menambahkan, “Masalah terbesar kami adalah kamar mandi. Saya memiliki lima putri, dan saya tidak tahu di mana mereka bisa buang air. Kami harus berjalan lebih dari 1,5 kilometer untuk mencapai kamar mandi terdekat.”

Di tengah segala penderitaan ini, satu-satunya harapan bagi para pengungsi ini adalah berakhirnya perang. Seorang wanita mengungkapkan harapannya dengan berkata, “Yang kami harapkan di dunia ini adalah perang berhenti, kami tidak butuh makanan, minuman, atau uang, kami hanya ingin perang ini berhenti.”

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here