Spirit of Aqsa- Kepala Divisi Intervensi Cepat Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Pertahanan Sipil, Abu Ra’fat Dhahir, mengungkapkan kondisi tragis di Gaza Utara. Dia menjelaskan, tim pertahanan sipil dan layanan medis telah keluar dari operasi selama empat minggu terakhir akibat serangan Israel. Kondisi ini membuat warga yang tertimbun reruntuhan tidak mendapatkan bantuan.
Menurut Dhahir, operasi kemanusiaan terakhir dilakukan pada 23 Oktober 2023. Saat itu, konvoi pertahanan sipil dan layanan medis harus melarikan diri setelah serangan artileri menghancurkan salah satu kendaraan ambulans mereka.
Konvoi ini sempat dihentikan oleh drone Israel dan dipaksa meninggalkan kendaraan mereka. Dhahir dan beberapa anggota tim berhasil melarikan diri, tetapi banyak rekannya ditangkap oleh pasukan Israel. Hingga kini, 10 anggota pertahanan sipil ditahan sejak invasi darat Israel di Jabalia pada awal Oktober.
Korban Tertimbun Reruntuhan
Dhahir mengungkapkan bahwa ada antara 1.200 hingga 1.800 orang yang masih tertimbun di bawah reruntuhan bangunan. “Banyak dari mereka yang awalnya masih hidup di bawah reruntuhan, tetapi nyawa mereka tidak terselamatkan karena kami tidak mampu merespons panggilan darurat,” katanya. Salah satu kasus tragis adalah kehancuran sebuah rumah berisi 15 anggota keluarga di Jabalia. Mereka bertahan hidup selama beberapa hari di bawah reruntuhan sebelum akhirnya syahid.
Pada malam 25 Oktober, serangan udara Israel menghancurkan 11 rumah berpenghuni, menewaskan sekitar 150 orang. Karena tidak adanya layanan penyelamatan, jenazah korban tidak bisa dievakuasi dan dimakamkan. “Kini, orang-orang di Gaza Utara hanya bisa melaksanakan salat jenazah bagi para syahid yang masih berada di bawah reruntuhan,” ujar Dhahir.
Pemusnahan dan Pengungsian Paksa
Dhahir menuding Israel melakukan serangan terencana terhadap tim kemanusiaan untuk menciptakan “genosida dan pemindahan paksa.
” Langkah ini, menurutnya, bertujuan mengosongkan Gaza Utara dari penduduk dan menjadikannya wilayah yang tidak layak huni. Saat ini, layanan penyelamatan hanya dilakukan oleh relawan sipil yang berjuang dengan alat seadanya, termasuk menggunakan gerobak untuk mengangkut korban ke rumah sakit.
Direktur Logistik Pertahanan Sipil Gaza, Muhammad Al-Mughir, menegaskan bahwa serangan terhadap tim kemanusiaan merupakan pelanggaran hukum internasional. Ia juga mengecam lemahnya tekanan internasional terhadap Israel.
“Institusi internasional hanya memberikan tekanan simbolis, tanpa membuat Israel bertanggung jawab atas kejahatan ini. Kondisi ini menuntut pengusiran Israel dari keanggotaan PBB,” tegasnya.
Al-Mughir memperkirakan bahwa jumlah korban yang masih tertimbun reruntuhan semakin meningkat, sementara akses bantuan tetap terhalang oleh agresi Israel.