Spirit of Aqsa, Palestina– Teroris Israel menjadikan kelaparan sebagai ‘alat perang’ untuk mengusir warga Gaza dari tanah mereka. Namun, hal tersebut tak membuat kesabaran warga Gaza menciut.

Gaza menghadapi krisis pangan setelah teroris Israel memboikot akses bantuan kemanusian. Hal itu memaksa para Murabith harus putar otak mencari bahan pangan pengganti demi bisa bertahan hidup.

Seperti Marwan al-Awadeya dan keluarganya asal Gaza Utara yang terpaksa memakan kaktus jenis pir berduri untuk mengusir rasa lapar, di tengah ancaman krisis pangan.

Tanaman yang tumbuh subur di wilayah Mediterania ini biasa dikonsumsi oleh hewan-hewan liar, namun demi bisa bertahan hidup selama invasi Marwan dan keluarganya harus memakan kaktus mentah.

Tak hanya batang kaktus saja yang dikonsumsi, Marwan dan beberapa warga lainnya juga turut menghaluskan bagian daun kaktus yang berduri agar bisa di konsumsi anak dan sanak keluarganya.

Cara ini dilakukan usai warga Gaza Utara tak mampu membeli tepung yang kini menjadi benda paling langka di Gaza.

Saking langkanya tepung kini dibanderol dengan harga yang tak masuk akal, dimana harga satu kantong tepung dijual jadi 200 dolar AS atau sekitar Rp 3,12 juta, dikutip dari Reuters.

“Kami mengkonsumsi kaktus mentah, saya bahkan kehilangan berat badan sekitar 30 kilogram di bulan ini karena tidak ada makanan. Kaktus adalah makanan terakhir kami. Setelah semuanya hilang tidak ada yang tersisa,” kata Marwan yang duduk di kursi roda, sambil mengiris potongan kaktus untuk dua anaknya.

Kondisi yang memprihatinkan juga terjadi di Gaza Selatan, untuk mencegah meluasnya krisis pangan yang terjadi disana para warga mulai putar otak mengubah pakan biji burung sebagai tepung untuk membuat roti.

Setelah pakan burung ditumbuk halus, orang-orang biasanya akan langsung memanggang roti di atas api yang terbuat dari kayu yang diambil dari reruntuhan bangunan.

Bahkan untuk menghambat pasokan pangan di tengah krisis, setiap keluarga akan membatasi jumlah konsumsi pangan harian, yakni satu orang hanya boleh makan paling banyak sekali sehari.

Sementara itu di bagian wilayah lainnya, para pengungsi harus mengkonsumsi rumput liar mallow atau tanaman liar yang hidup tumbuh subur di tanah Gaza.

Salah seorang pengungsi Gaza, Um Youssef Awadiyeh menuturkan bahwa keluarganya harus mengkonsumsi Mallow dengan cara direbus dengan air tanpa nasi. Kondisi tersebut digambarkan Badan pemantau hak asasi manusia euro-med menggambar situasi itu sebagai “perang kelaparan”.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here