Spirit of Aqsa, Palestina- Mariam Abu Haleeb dan keluarganya terpaksa mengungsi lagi untuk ketujuh kalinya dalam perang yang sudah berlangsung selama empat bulan. Dia dan warga Gaza lainnya dengan mobil atau keledai melarikan diri dari malam mengerikan di Universitas al-Aqsa di barat Khan Younis di mana mereka sempat tinggal sementara.
Mereka terpaksa pindah setelah diberitahu terlalu berbahaya untuk tetap tinggal di sana. Kini mereka tidak tahu harus pergi kemana. “Yang paling menyakitkan bagi saya ibu saya yang sudah tua, saudara saya dan anak-anak mereka dikepung. Semua orang, semua orang, warga Khan Younis membutuhkan bantuan kemarin,” katanya, Senin (22/1/2024).
“Ini ketujuh kalinya saya mengungsi, atau mungkin lebih, penyiksaan, penyiksaan, penyiksaan,” tambahnya sambil menangis.
Mohammed Abu Haleeb mengatakan banyak orang mendirikan tenda di Universitas al-Aqsa setelah militer Israel memperingatkan mereka untuk pindah dari area lain saat pasukan Israel menyerbu seluruh Kota Gaza.
“Pada sore malam, tembakan dimulai, tembakan dan serang udara dari semua arah, saya sama sekali tidak bisa bergerak bersama sembilan anak saya, ada gedung yang kami masuki dan kami tetap di sana sampai pagi, tidak ada yang bisa pergi,” katanya.
“Ada korban luka dan syahid yang tidak bisa dijangkau siapa pun,” tambahnya.
Pada akhirnya Abu Haleeb mengatakan ia mengungsi melalui pintu belakang universitas dan bergerak ke arah Rafah di selatah pesisir Gaza. Di mana sudah hampir satu juta orang menjadi perlindungan di kota yang dihuni 300 ribu orang.
“Saya tidak tahu di mana saya harus pergi, lihat nanti,” katanya berdiri di samping mobilnya di pinggir jalan.
Seorang anak muda Ahmad Abu-Shaweesh membantu kerabat-kerabatnya mengeluarkan barang-barang dan meletakkannya di tanah. “Kami hampir tidak bisa keluar universitas di tengah tembakan, kami tidak mengira tank-tank di gerbang universitas, kami hampir tidak bisa keluar,” katanya.
Manal Abu-Jamea mengatakan ia mencari tempat perlindungan di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis dan mengatakan di sana sudah tidak lagi aman, begitu pula halaman universitas. “Kami bergerak saat serangan udara dan peluru berterbangan ke arah kami, saya membawa anak-anak dan membawa mereka,” katanya dilansir laman Reuters.
Nahed Abu-Jamea mengatakan ia sudah berada di jalan selama empat jam dan tidak tahu harus pergi kemana. “Tidak ada tempat aman, biarkan kami hidup dengan aman,” katanya.