Spirit of Aqsa, Palestina- Majalah Inggris, Economist, mengungkapkan, zionis Israel menghadapi berbagai pilihan sulit di Jalur Gaza. Selain gempuran faksi pejuang Palestina, penjajah Israel juga harus menghadapi tekanan militer, politik, dan geopolitik.
Economist mencatat, zionis Israel berada di antara tiga pilihan rumit, apakah tetap kekeh ingin menang melawan faksi pejuang Palestina, membebaskan tahanan karena mendapat tekanan dari warga sendiri, atau menyelamatkan hubungannya dengan sekutu terutama Amerika Serikat.
Dua pekan setelah melancarkan serangan darat ke Jalur Gaza, militer penjajah israel mengirim empat tim atau sekitar 10.000 tentara ke Jalur Gaza. Namun, mereka mendapat perlawanan sengit dari para pejuang Palestina.
Economist mengutip pernyataan seorang perwira militer Israel yang pesimis menangani terowongan Al-Qassam yang diperkirakan mencapai panjang sekitar 500 kilometer. Perwira itu mengatakan, “Kami tidak tahu berapa lama kami harus bekerja dan kami harus memanfaatkannya sebaik mungkin.”
Di sisi lain, dukungan Barat terhadap serangan Israel mulai goyah. Hal itu membuat zionis Israel mau tidak mau harus mengikuti keinginan Barat terkait serangan ke Jalur Gaza.
Dia merujuk pada seruan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk melakukan gencatan senjata di Gaza. Meskipun Marcon mendukung hak Israel untuk menanggapi perlawanan Hamas, namun Marcon mengatakan ada anak-anak, wanita, dan orang tua yang dibom dan dibunuh di Jalur Gaza. Marcon meminta Israel menghentikan serangan mengerikan tersebut.
Selain itu, meski sekutu terdekat Israel, Amerika, belum menyerukan gencatan senjata, namun tentara penjajah Israel kehilangan fokus antara menghancurkan terowongan Hamas atau menyelamatkan 239 tahanan yang ada di Jalur Gaza.
Kabinet Israel belum mengambil keputusan untuk menyerbu rumah sakit di Gaza, karena mereka berharap dapat mencapai kesepakatan dengan Hamas mengenai pembebasan sejumlah besar tahanan dan mengizinkan lebih banyak pasokan, termasuk bahan bakar, untuk masuk ke Jalur Gaza. Pembicaraan tidak langsung mengenai perjanjian apa pun masih berlangsung.
Konflik Sekutu
The Economist mencatat, penolakan zionis Israel untuk berkomitmen terhadap segala bentuk kendali Palestina atas Jalur Gaza setelah perang berkontribusi terhadap melemahnya dukungan internasional terhadap serangan Israel.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah memperjelas bahwa mereka ingin Otoritas Palestina mengendalikan Gaza setelah pertempuran berakhir. Amerika mengaku sedang berupaya mewujudkan masa depan seperti itu.
Tak sampai di situ, dukungan warga Israel terhadap sudah menurun. Netanyahu nampaknya lebih khawatir kehilangan kekuasaan ketimbang angan-angan menguasai Gaza.
Sumber: Economist, Al Jazeera