Warga Desa Yerza di Kabupaten Tubas, kawasan Lembah Yordan bagian utara, kembali dicekam cemas. Setelah puluhan tahun hidup di bawah tekanan sejak pendudukan 1967, mereka kini menghadapi ancaman baru: rencana pembangunan tembok pemisah Israel yang akan mengurung desa kecil itu dari berbagai sisi.

Omar Ainabousi, salah satu warga Yerza, mengungkapkan bahwa penindasan di wilayah itu tidak pernah benar-benar berhenti. “Dari pembatasan lahan gembala, pencurian dan pembantaian ternak, hingga penahanan para penggembala. Tanah kami juga digunakan untuk latihan militer,” ujarnya.

Mayoritas warga Yerza menggantungkan hidup pada pertanian tadah hujan dan peternakan. Namun sejak beberapa tahun terakhir, munculnya pos-pos pemukim (khususnya yang berbasis pada penguasaan lahan gembala) membuat kondisi kian berat. Lebih dari 95 persen tanah desa, yang mencapai sekitar 4.000 dunam dan dimiliki secara sah, tidak lagi dapat diakses warga. Sumur-sumur air juga dirampas.

Menurut Ainabousi, tembok baru itu akan mengepung Yerza sepenuhnya, memutus hubungan desa yang kini hanya dihuni sekitar 100 jiwa dengan wilayah Palestina lain seperti Tubas, Tammun, Tayasir, dan Aqaba. “Ini bukan sekadar tembok, ini ancaman pengusiran,” katanya. Infrastruktur desa yang memang sudah minim, seperti fasilitas kesehatan, diperkirakan akan semakin terpuruk.

Proyek “Benang Merah”

Harian Haaretz melaporkan bahwa militer Israel mulai membangun tembok pemisah baru jauh di dalam Lembah Yordan. Proyek ini dikenal dengan nama “Benang Merah”, simbol keagamaan Yahudi, dan dirancang membentang sepanjang 22 kilometer dengan lebar 50 meter —sekitar 12 kilometer di barat perbatasan Yordania.

Tembok ini akan menghancurkan puluhan bangunan di sepanjang jalurnya: rumah, kandang, lahan pertanian, pipa air, serta rumah kaca. Desa kecil Khirbet Yerza akan terkurung total, menyulitkan akses warga menuju sekolah, fasilitas kesehatan, pasar, bahkan lahan pertanian mereka sendiri. Kekhawatiran kian besar bahwa proyek ini merupakan bagian dari strategi “penggabungan de facto” Lembah Yordan ke dalam wilayah Israel.

Dalih Keamanan

Sebuah dokumen militer Israel yang terbit pada akhir Agustus 2025 menyebut bahwa tembok ini diperlukan untuk melindungi pemukim dan mencegah penyelundupan senjata. Tembok akan dilengkapi jalan patroli, tanggul tanah, kanal, serta zona aman selebar 20 meter di kedua sisinya. Bangunan warga Palestina di sepanjang jalur dianggap sebagai “titik lemah operasional” yang harus disingkirkan.

Namun, Haaretz mencatat bahwa tembok ini merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk menciptakan garis pemisah permanen di seluruh Lembah Yordan. Militer Israel bahkan belum mempublikasikan peta resmi jalur lengkapnya, sementara warga telah menerima perintah pengosongan dalam waktu sangat singkat.

Saat ini, perintah penyitaan lahan mencakup 1.093 dunam, mayoritas milik warga Tubas dan Tammun. Hanya sekitar 110 dunam yang diklaim sebagai “tanah negara”.

Menurut sumber militer Israel yang dikutip Haaretz, ide pembangunan tembok ini menguat setelah insiden penembakan pada 2024 yang menewaskan seorang warga Israel di persimpangan Mehola.

Agenda Politik di Balik Tembok

Mutaz Bisharat, pejabat penanggung jawab isu permukiman di Tubas, menyebut proyek ini sebagai ancaman serius bagi keberadaan warga Palestina di kawasan tersebut. “Tembok ini berpotensi menghapuskan ruang hidup seluas 22 ribu dunam dan mengusir lebih dari 60 keluarga,” ujarnya dalam pernyataan tertulis.

Ia menolak narasi Israel bahwa proyek ini sekadar untuk jalur militer. “Yang sebenarnya dibangun adalah koridor selebar 50 meter dengan tembok, gerbang, dan parit. Ini upaya menggambar ulang batas wilayah untuk memisahkan Lembah Yordan dari Tubas.”

Bisharat mengimbau pemerintah Palestina, lembaga internasional, organisasi hukum, serta PBB agar segera bertindak. Ia memperingatkan bahwa proyek ini dapat dieksekusi dalam hitungan hari.

Sementara itu, laporan terbaru dari Badan Perlawanan terhadap Tembok dan Permukiman Palestina menyebutkan bahwa sembilan perintah militer menunjukkan rencana Israel untuk membangun koridor besar yang membelah Lembah Yordan sejauh 22 kilometer, lengkap dengan zona penyangga, jalan militer, dan pos keamanan.

Bertambahnya Pembatasan

Pembangunan tembok ini hanya satu bagian dari rangkaian pembatasan terhadap warga Palestina di Lembah Yordan. Pembatasan itu mencakup:

  • Gerbang besi yang menutup jalan-jalan kecil.
  • Pos pemeriksaan yang menghambat pergerakan warga.
  • Pos-pos pemukim baru yang kian mempersempit akses warga ke lahan pertanian dan tempat penggembalaan.

Dalam dua tahun terakhir saja, sekitar 500 warga Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat serangan pemukim. Mereka yang masih bertahan pun harus hidup dengan mobilitas terbatas, kesulitan mengakses air, serta ancaman pembongkaran bangunan sederhana mereka. Data organisasi HAM B’Tselem menunjukkan bahwa kendaraan warga yang mengangkut air kerap disita atau dikenai denda.

Saat ini, terdapat tujuh permukiman dan 16 pos pemukim di antara wilayah utara Lembah Yordan hingga pos pemeriksaan Hamra. Enam pos pemukim dibangun hanya dalam dua tahun terakhir. Proyek tembok baru ini dikhawatirkan akan memperparah tekanan dan membuka jalan bagi ekspansi pemukiman yang lebih agresif.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here