Spirit of Aqsa, Gaza – Warga Gaza tengah kesulitan memenuhi kebutuhan gas. Dengan tidak adanya cadangan gas strategis dan seringnya pemadaman listrik, warga Gaza terpaksa mengandalkan tabung gas memasak agar mereka tetap dalam keadaan hangat, untuk memberi makan keluarga, dan menjalankan bisnis.

Meskipun ini adalah kejadian biasa, penurunan suhu yang melanda Jalur Gaza musim dingin ini membuat banyak keluarga harus membeli lebih banyak tabung gas untuk bertahan hidup. Hal itu kemudian menyebabkan kekurangan gas di seluruh daerah kantong yang terkepung ini. Salah seorang warga Gaza, Neama al-Khalili, mengeluh setiap musim dingin adalah perjuangan bertahan hidup karena dia terpaksa membeli tabung gas untuk menghangatkan rumah dan keluarganya ketika listrik padam.

“Sepanjang tahun, saya biasanya mengonsumsi tabung gas 12 Kg setiap bulan, tetapi di musim dingin saya harus menggandakan penggunaan saya. Itu semakin membebani pengeluaran keluarga kami, mengingat setiap tabung seharga 23 dolar,” kata ibu empat anak berusia 35 tahun ini kepada The New Arab.

Rami, suami Neama, bekerja sebagai buruh harian di salah satu pabrik biskuit di Gaza dengan hanya menerima 12 dolar per hari. Neama mengungkapkan, satu tabung gas sekarang menghabiskan gaji suaminya selama dua hari.

“Dan ini bukan satu-satunya efek samping dari krisis gas yang terus melanda Gaza. Suami saya juga sudah berkurang pekerjaannya sekarang karena pabrik tempat dia bekerja juga terkena dampak krisis gas,” ujarnya.

Saat ini, Rami hanya bisa bekerja dua atau tiga hari sepekan yang berarti keluarga al-Khalil kini kesulitan membeli kebutuhan pokok mereka. Namun, penderitaan mereka tidak berhenti di situ. Setiap hari, ribuan warga Gaza mengantre berjam-jam untuk membeli gas yang dibutuhkan.

“Setiap tahun sama. Kami (rakyat Gaza) masih tidak tahu mengapa krisis belum terselesaikan, kami tidak tahu siapa yang bertanggung jawab atas krisis ini, apakah pendudukan Israel atau politikus Palestina?” kata Neama.

Sayangnya, pengalaman ini adalah salah satu yang terlalu umum bagi penduduk Gaza. Rady Ibrahim seringkali harus menunggu hingga dini hari untuk bisa mengisi tabung gasnya, sebuah proses yang harus dia ulangi sepanjang musim dingin. Sebagai seorang sopir taksi dengan perdagangan, ia menggunakan gas untuk menjalankan mobilnya, yang secara signifikan lebih murah daripada bahan bakar.

“Saya bekerja sebagai sopir taksi 12 jam sehari untuk menghidupi keluarga saya, tetapi sekarang saya harus menghabiskan sebagian besar hari saya menunggu di depan gerbang pompa bensin,” kata Ibrahim.

Ketika ada kekurangan gas, Ibrahim tidak bisa bekerja selama beberapa hari, sehingga membuat keluarganya terancam kelaparan. Fares al-Massoudi, salah satu distributor gas Gaza, menegaskan awal krisis gas tahunan dimulai satu bulan lalu. Namun, pada Januari, krisis telah memburuk secara signifikan.

Fares mengaitkan krisis ini dengan terbatasnya jumlah gas yang dapat masuk ke Jalur Gaza dari Israel. Israel mengontrol satu-satunya penyeberangan komersial Kerem Shalom.

Di samping itu, fakta bahwa pengemudi seperti Rady harus mengoperasikan kendaraan mereka dengan gas dan bukan bahan bakar karena harganya terakhir yang selangit. Fares juga menunjukkan krisis gas telah mempengaruhi pekerjaannya.

Krisis gas telah mengurangi jumlah tabung yang dapat diisinya di stasiun pengisian bahan bakar, dengan rata-rata berkurang sekitar 450 tabung per bulan. Sebelum krisis, ia mampu mengisi hingga 900 tabung per bulan.

“Sekarang tabung gas tetap berada di distributor untuk jangka waktu yang lama, kadang-kadang melebihi dua pekan. Tabung terlebih dahulu digunakan untuk diproses dalam beberapa hari,” kata Fares kepada The New Arab.

Menurut Kementerian Ekonomi yang dipimpin oleh Hamas, Jalur Gaza membutuhkan 250-300 ton tabung gas setiap hari untuk memasok rumah-rumah, toko roti, peternakan unggas, rumah sakit, dan infrastruktur lainnya. Namun, jumlah yang diimpor ke Jalur Gaza saat ini tidak melebihi 170 ton per hari.

Sekretaris Asosiasi Pemilik Minyak dan Gas di Gaza Aeid Abu Ramadan mengatakan krisis dapat dihindari dengan adanya koordinasi yang lebih besar antara pemerintah Otoritas Palestina dan Asosiasi Pemilik Minyak dan Gas di Gaza. Koordinasi dapat mengurangi dampak krisis gas pada warga biasa. Koordinasi semacam itu dapat berbentuk sebuah cadangan strategis, atau jika pemerintah di Gaza memutuskan untuk membangun gudang atau membuat fasilitas kredit bagi importir untuk membeli gas untuk disimpan.

“Meski dikepung dan kemungkinan Jalur Gaza diserang oleh Israel, tetap dimungkinkan untuk menciptakan fasilitas penyimpanan strategis yang mencegah aktivitas belanja berlebihan (panic buying), dan menerapkan langkah-langkah yang mengendalikan insiden pemilik motor menggunakan gas untuk menjalankan kendaraannya,” tambah Aeid. (Republika)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here