Spirit of Aqsa- Pakar militer dan strategi, Mayor Jenderal Purn. Fayez Al-Duwairi, menilai, faksi-faksi perlawanan Palestina di Jalur Gaza berhasil beradaptasi dengan perubahan dinamika perang yang sedang berlangsung melawan pasukan Israel. 

“Pertempuran di Kota Beit Lahiya, wilayah utara Gaza, berbeda total dari pertempuran sebelumnya. Faksi-faksi perlawanan kini menggunakan strategi pertempuran dengan kelompok kecil. Pada tahap awal operasi darat Israel, faksi-faksi perlawanan berfokus pada upaya menahan serangan di pinggiran lingkungan Shujaiya, Tuffah, Zeitoun, dan Beit Hanoun,” ujar Ad-Duwairi dalam analisisnya di Al Jazeera, Selasa (19/11/2024).

Terkait persenjataan yang digunakan para pejuang Palestina, Al-Duwairi menyebut bahwa jenis senjata tetap sama, seperti roket Yassin, Tandem, TPG, serta peledak dan kemampuan sniper. Namun, ia mencatat adanya peningkatan penggunaan bahan peledak rakitan dalam beberapa waktu terakhir untuk menyerang pasukan Israel. 

Ia menjelaskan bahwa kondisi medan di Kamp Jabalia, yang hampir sepenuhnya hancur, memaksa para pejuang menggunakan senjata tertentu secara selektif. Penembakan roket hanya memungkinkan jika pejuang berada di area terbuka, yang meningkatkan risiko terhadap keselamatan mereka. 

Dalam aksi berlanjut melawan pendudukan, Brigade Izzuddin Al-Qassam, sayap militer Hamas, melaporkan bahwa pejuangnya telah menembak mati lima tentara Israel di wilayah Al-Jawani, pusat Kota Beit Lahiya. 

Terkait koordinasi antara faksi-faksi perlawanan, Al-Doueiri menekankan bahwa koordinasi sudah ada sebelum 7 Oktober 2023. Namun, sejak tanggal tersebut, ruang komando bersama diaktifkan, terutama setelah Israel memulai serangan ke Khan Yunis di Gaza selatan. Hal ini mencerminkan kesadaran faksi-faksi bahwa konflik akan berlangsung lama. 

Menurutnya, tujuan utama koordinasi ini adalah menyatukan upaya, menghemat kekuatan dan amunisi. Beberapa video yang dirilis perlawanan menunjukkan operasi peluncuran mortir yang dilakukan secara bergantian oleh dua pejuang. 

Mengenai sikap keras Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terhadap Gaza dibandingkan dengan Lebanon, Al-Doueiri menjelaskan bahwa situasi kedua wilayah berbeda. Lebanon adalah negara anggota PBB yang tidak bisa diduduki atau dijadikan zona penyangga. Saat ini, ambisi Israel di Lebanon adalah memastikan kebebasan operasi militer untuk apa yang disebut sebagai pembelaan diri. 

Namun, Gaza berada di bawah pendudukan dan blokade. Israel juga memiliki agenda pengusiran penduduk Gaza, dan serangan besar-besaran dari Gaza memberikan pukulan telak bagi Israel. Oleh karena itu, pendekatan Israel terhadap Gaza lebih agresif dibandingkan dengan Lebanon. 

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here