Penulis dan mantan Pemimpin Redaksi majalah Alternatives Économiques, Guillaume Duval, mengakui perubahan drastis dalam pandangannya terhadap agresi militer Israel di Gaza.
Dalam artikel opini yang diterbitkan di L’Obs, Duval menegaskan bahwa ia sebelumnya menolak menyebut apa yang terjadi di Gaza sebagai genosida.
Namun, ia kini menyatakan, “Perkembangan terakhir di lapangan tidak menyisakan keraguan sedikit pun mengenai niat dan tindakan sebenarnya dari Israel.”
Duval menyebut bahwa meski berbagai pejabat Israel telah secara terbuka mengutarakan niat genosida, ia dulu merasa istilah kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan sudah cukup.
Namun, langkah Israel yang secara sepihak melanggar gencatan senjata yang ditengahi Presiden AS Joe Biden, melanjutkan pemboman, dan menyebabkan kematian ribuan warga sipil, termasuk anak-anak, membuatnya berubah pandangan.
Ia juga menyoroti blokade total yang sudah berlangsung lebih dari sebulan, yang menyebabkan kelaparan massal dan kelangkaan air, bahan bakar, listrik, serta obat-obatan.
“Kekurangan ini tak hanya menyebar di seluruh Gaza, tetapi juga mematikan akses terhadap air minum dan layanan kesehatan dasar,” ujarnya.
Duval mengutip Konvensi PBB tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida, khususnya tiga poin pertama: pembunuhan massal, menyebabkan luka fisik atau mental serius, serta menciptakan kondisi kehidupan yang mengarah pada kehancuran fisik suatu kelompok.
Menurutnya, semua itu kini terpenuhi dalam kasus Gaza.
Ia juga mengkritik keras Uni Eropa, khususnya keputusan Kaja Kallas untuk mempererat hubungan dengan pemerintahan Netanyahu, sembari menyebut sikap pasif para pemimpin Eropa sebagai bentuk “komplikasi aktif dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.”