Pakar militer, Mayor Jenderal Fayez Al-Duwairi, menyebut bahwa operasi militer yang dilancarkan oleh Brigade Al-Qassam—sayap militer Hamas—di Rafah, Gaza Selatan, mencerminkan kegagalan ganda militer Israel dan menjadi bukti nyata bahwa strategi perlawanan kini memasuki fase baru yang berbeda dari babak-babak perang sebelumnya.

Dalam analisisnya untuk Al Jazeera, Al-Duwairi memaparkan bahwa kegagalan pertama menyasar jantung intelijen Israel: mereka tak mampu mendeteksi keberadaan para pejuang perlawanan atau membaca pola gerak mereka.

Sedangkan kegagalan kedua, kata dia, sudah menjadi penyakit lama sejak serangan 7 Oktober: ketidakmampuan para perwira dan komandan level bawah dalam memimpin pasukan, terbukti dari kesalahan taktis yang terus terulang.

“Pasukan Israel kini hanya bermain bertahan, mengandalkan pengawasan pasif, sementara para pejuang Palestina justru menerapkan taktik gerilya yang melelahkan: perang yang mengikis dan menguras,” kata Al-Duwairi.

Ia menggambarkan strategi ini sebagai “Ikan Gurun”—muncul di waktu dan tempat tak terduga, menciptakan guncangan dan ketakutan, menimbulkan kerugian besar, lalu mundur dengan cepat.

Al-Duwairi mencontohkan operasi semacam ini terjadi di wilayah Shuja’iyah, Tuffah, Beit Hanoun, dan kawasan selatan Gaza.

Serangan Terkoordinasi Al-Qassam di Rafah

Pada Ahad, Brigade Al-Qassam mengumumkan bahwa mereka melancarkan serangkaian operasi terkoordinasi di Rafah sehari sebelumnya, yang menyebabkan korban tewas dan luka di pihak Israel.

Ini dikonfirmasi hanya beberapa jam setelah militer Israel mengakui kehilangan satu perwira dan satu prajurit, serta empat lainnya luka-luka, akibat ledakan jebakan di terowongan di Rafah.

Dalam pernyataannya di Telegram, Al-Qassam menyebut bahwa pejuangnya menjebak satu unit pasukan zeni Israel ke dalam terowongan yang telah dipasangi ranjau.

Serangan dimulai dengan tembakan jarak dekat yang menewaskan satu tentara, lalu ranjau diledakkan saat pasukan lainnya masuk ke lokasi. Dua tank Israel kemudian dihantam peluru anti-tank “Yasin 105”.

Al-Qassam mengklaim berhasil memantau upaya evakuasi korban Israel di sekitar Masjid Zahra, Rafah Timur. Mereka juga melaporkan telah meledakkan rumah jebakan terhadap pasukan Israel yang masuk dengan berjalan kaki dan menyebabkan korban jiwa.

Dalam operasi terpisah di wilayah yang sama, satu regu pejuang Al-Qassam juga menjebak enam tentara Israel menggunakan ranjau anti-personil.

Tanda Perluasan Serangan Darat dan Ancaman Pembantaian

Al-Duwairi memperingatkan bahwa pasukan Israel kemungkinan akan memperluas invasi darat ke Gaza, meski bentuk perluasannya masih belum jelas. Ia menyebut adanya indikasi pengosongan paksa warga sipil, termasuk rencana pemindahan warga Rafah ke lokasi lain yang “disiapkan” oleh militer Israel.

“Bukan para pejuang yang saya khawatirkan, tapi warga sipil Gaza,” tegasnya. Menurutnya, pembantaian besar-besaran bisa saja terjadi dalam waktu dekat, lebih dahsyat dari apa yang terjadi saat ini.

Kekhawatiran itu tak lepas dari pernyataan Kepala Staf Militer Israel, Herzi Halevi, yang pada Ahad menyatakan telah mengeluarkan puluhan ribu surat panggilan untuk pasukan cadangan. Ia menyebut mobilisasi besar-besaran ini sebagai bagian dari “peningkatan tekanan untuk mengembalikan sandera dan mengakhiri konfrontasi dengan Hamas”.

Sementara itu, perlawanan Palestina terus mengintensifkan serangannya. Sejak Israel kembali melanjutkan serangan brutal ke Gaza pada 18 Maret lalu, militer Israel mengakui bahwa enam tentaranya telah tewas.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here