Spirit of Aqsa, Jalur Gaza- Pekerja medis dan penyintas di Kompleks Al-Shifa, Jalur Gaza utara telah menyerukan seruan terakhir untuk membuka mata dunia terkait kejahatan perang militer Israel. Orang-orang tak bersalah menjadi korban pembantaian di salah satu fasilitas yang dilindungi hukum internasional tersebut. Namun, apakah hal tersebut bisa dianggap sebagai keberhasilan atau prestasi militer?

Penting untuk memahami perbedaaan antara pertempuran dan pembantaian. Dua kondisi yang saat ini terjadi di Jalur Gaza. Militer penjajah Israel kalah dalam pertempuran, lalu melakukan pembantaian agar bisa mengklaim kemenangan. Ini sudah ditegaskan Abu Ubaida, jurubicara Al-Qassam, maupun Pakar militer, Mayor Jenderal Fayez Al-Duwairi.

Serangan panik dilakukan dengan menjatuhkan ribuan ton bahan peledak ke Jalur Gaza yang menyasar warga sipil. Ratusan tank dikerahkan ke perbatasan dengan harapan bisa menakut-nakuti Al-Qassam.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Al-Qassam dengan segenap kemampuan mampu mengondisikan pertempuran dan meraih kemenangan demi kemenangan. Warga sipil yang hendak diusir dari tanah air mereka pun demikian. Mereka tak bergeming dan menunjukkan ketegaran tidak akan mengulangi nakba jilid II.

Kondisi di Rumah Sakit Al-Shifa memang sangat mengkhawairkan. Kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan jelas terlihat di satu titik ini saja. Akan tetapi, dari sudut pandang militer, drone-drone Israel di area sekitar rumah sakit sama sekali tidak bisa dikategorikans sebagai kemenangan militer. Namun yang terjadi adalah pembantaian.

Menurut Al-Duwairi, pasukan darat Israel (IDF) sebenarnya tidak berhasil mencapai jantung RS Al-Shifa. “Tidak berhasil sama sekali mencapainya karena adanya perlawanan. Pasukan Israel berusaha menemukan lokasi yang strategis, titik lemah yang memungkinkan mereka mencapai kompleks tersebut, namun mereka gagal melakukannya.”

Bahkan, sehubungan dengan masuknya pasukan Israel ke suatu titik di dekat kompleks Shifa, Al-Duwairi menilai itu adalah hal yang normal setelah penjajah Israel menghancurkan hampir segalanya dan membunuh ribuan warga sipil selama satu bulan pemboman yang terus menerus.

“Hal yang penting masalahnya adalah para pejuang perlawanan masih mampu mengatur pertempuran,” kata Al-Duwairi.

Sumber: Palinfo, Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here