Di koridor Rumah Sakit Rantisi Anak di Gaza, wajah-wajah ibu tampak letih, mendekap bayi yang kurus dan menangis lirih. Di sini, bukan hanya roket Israel yang merenggut nyawa, tetapi juga kelaparan, putusnya obat, dan hilangnya susu, hak paling dasar seorang anak.
Dalam wawancara dengan Al Jazeera Net, Dr. Jamil Suleiman, Direktur Rumah Sakit Rantisi (satu-satunya rumah sakit anak terbesar di Gaza) mengungkap skala krisis kesehatan yang menimpa anak-anak di tengah blokade Israel yang kian mencekik.
Sejak Maret lalu, saat pasukan pendudukan memperketat blokade dan menutup jalur bantuan, sistem kesehatan anak mulai runtuh. Korban paling parah adalah bayi, terutama yang lahir prematur.
Situasi disebut “katastrofik” baik secara medis maupun kemanusiaan. Kekurangan susu formula, obat, dan alat kesehatan telah memicu lonjakan gizi buruk akut serta angka kematian anak yang meningkat tajam, terutama bayi baru lahir.
Kekurangan gizi ibu selama hamil dan menyusui ikut memperburuk kondisi. Data PBB menunjukkan kasus gizi buruk pada anak melonjak drastis: dari 5.119 kasus pada Mei, menjadi 6.500 pada Juni, dan hampir 12.000 kasus pada Juli, angka yang melampaui setiap batas darurat sebelumnya.
Kasus yang paling banyak datang kini adalah gizi buruk parah, infeksi pernapasan akibat lemahnya imun tubuh, serta penyakit saluran pencernaan yang dipicu air kotor.
Bayi dengan berat badan sangat rendah semakin banyak, karena susu formula hampir hilang dari pasaran, sementara ibu yang lapar tidak bisa memproduksi ASI yang cukup.
Persediaan susu di rumah sakit hanya cukup untuk kasus darurat, sementara alternatif seperti air beras atau susu bubuk orang dewasa jelas tidak aman bagi bayi.
Kondisi ini membuat tim medis bekerja di titik kelelahan. Fasilitas tidak cukup, obat menipis, dan pasien terpaksa dirawat di lantai-lantai rumah sakit.
Para dokter harus mengambil keputusan pahit: siapa yang mendapat perawatan intensif, dan siapa yang hanya bisa dibiarkan dalam pengawasan.
Bantuan dari organisasi internasional masuk dengan jumlah sangat terbatas dan tak sebanding dengan skala bencana.
Dr. Suleiman memperingatkan Gaza sedang menuju fase kelaparan yang lebih kejam, dengan meningkatnya risiko kematian bayi akibat gizi buruk, infeksi, dehidrasi, hingga gagal organ.
Ia menegaskan, “Anak-anak Gaza tidak hanya mati karena bom, tetapi juga karena kebijakan kelaparan yang sunyi.”
“Kami tidak meminta yang mustahil. Hanya susu untuk bayi, obat untuk anak-anak, dan perawatan yang layak untuk seorang ibu. Hak paling sederhana seorang manusia untuk hidup, itulah yang sedang dirampas dari kami.”
Sumber: Al Jazeera