Lagi-lagi, jeruji besi Israel memakan nyawa. Seorang pemuda Palestina asal Jenin, Ahmad Said Thazaz’ah (20 tahun), gugur sebagai syuhada di dalam penjara Megiddo, utara wilayah pendudukan. Ia adalah satu dari ribuan warga yang ditahan tanpa dakwaan, dalam sistem yang disebut penahanan administratif, praktik kolonial yang mengabaikan keadilan, dengan dalih ‘ancaman keamanan’, berdasarkan berkas rahasia yang tak boleh diakses tahanan maupun pengacaranya.
Ahmad ditangkap sejak 6 Mei lalu, namun otoritas penjajah tak pernah mengungkap kondisi kesehatannya hingga akhirnya wafat dalam tahanan. Dengan gugurnya Ahmad, jumlah syuhada dari kalangan tahanan dan warga yang ditahan sejak genosida Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023 kini mencapai 76 jiwa.
Dalam pernyataan bersama, Otoritas Urusan Tahanan dan Klub Tahanan Palestina menegaskan bahwa kematian Ahmad merupakan bukti nyata pembunuhan sistematis yang terus berlangsung di balik tembok penjara Israel. Mereka menuding penjara Megiddo sebagai salah satu lokasi paling brutal, tempat para tahanan menderita kelaparan, penyiksaan medis, dan wabah penyakit kulit seperti scabies yang dibiarkan menyebar sebagai senjata kematian senyap.
“Ini bukan sekadar kelalaian,” tulis pernyataan itu, “melainkan kebijakan pembunuhan perlahan yang dipraktikkan secara sistematis.” Mereka menambahkan, dunia terus membicarakan nasib tawanan Israel, namun memilih bungkam atas derita para tahanan Palestina yang disiksa dan dibunuh dalam gelap.
Hingga kini, Israel masih menahan lebih dari 10.800 warga Palestina, termasuk 3.629 tahanan administratif. Seiring dengan agresi di Gaza, pasukan penjajah dan para pemukim ekstremis juga meningkatkan serangan di Tepi Barat dan Al-Quds. Sedikitnya 1.012 warga Palestina terbunuh, lebih dari 7.000 luka-luka, dan 18.500 lainnya ditangkap.
Sementara itu, di Gaza, genosida terus berlangsung. Lebih dari 210.000 warga Palestina gugur atau terluka, mayoritas adalah anak-anak dan perempuan. Puluhan ribu masih hilang di bawah reruntuhan. Jutaan orang terusir dari rumahnya. Dan lapar menjadi senjata yang membunuh lebih dari sekadar tubuh, tapi juga harapan.
Penderitaan ini bukan kebetulan. Ini adalah proyek penghancuran yang disengaja. Dan Ahmad, yang wafat dalam sunyi penjara, kini menjadi bagian dari catatan panjang luka bangsa Palestina yang masih menuntut keadilan.