Seorang warga Palestina syahid ditembak pasukan pendudukan Israel, Jumat (26/12), di wilayah Jabalia, Gaza utara, area yang sebelumnya telah ditinggalkan militer Israel sesuai kesepakatan gencatan senjata. Di saat bersamaan, Rumah Sakit Al-Awda di Nuseirat mengumumkan penghentian layanan medis akibat kehabisan bahan bakar, di tengah Gaza yang kembali menguburkan para syuhada yang dievakuasi dari bawah reruntuhan bangunan.

Sumber medis menyebutkan, seorang penembak jitu Israel melepaskan tembakan ke arah seorang pemuda Palestina yang sedang duduk di depan gerbang Sekolah Hafsa.Sekolah

Sekolah tersebut kini difungsikan sebagai pusat pengungsian di Kamp Jabalia, salah satu kawasan yang secara resmi masuk wilayah penarikan pasukan Israel berdasarkan perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku sejak 10 Oktober lalu.

Kementerian Kesehatan Gaza mencatat, pelanggaran Israel terhadap kesepakatan gencatan senjata terus berlanjut. Hingga kini, sedikitnya 410 warga Palestina syahid dan 1.134 lainnya mengalami luka-luka akibat serangan dan penembakan yang terjadi pascakepakatan tersebut.

Secara keseluruhan, sejak agresi besar dimulai pada 7 Oktober 2023, jumlah korban genosida di Gaza telah mencapai 70.945 syahid dan 171.211 orang terluka.

Pemakaman Syuhada
Di waktu yang sama, puluhan warga Palestina di Gaza mengiringi pemakaman 25 jenazah yang berhasil dievakuasi dari bawah puing-puing sebuah rumah di Khan Younis, Gaza selatan. Di antara para syuhada tersebut terdapat anak-anak serta seorang jurnalis, yang menjadi korban serangan Israel pada Desember 2023, dalam perang pemusnahan yang berlangsung hampir dua tahun.

Badan Pertahanan Sipil Gaza sebelumnya mengumumkan keberhasilan mengevakuasi 25 jenazah, termasuk anggota keluarga Al-Astall, serta jurnalis Hiba Al-Abadlah dan ibunya, setelah proses penggalian yang memakan waktu berjam-jam.

Salat jenazah dilaksanakan di Rumah Sakit Nasser, Khan Younis, sebelum para syuhada dimakamkan di pemakaman kota tersebut.

Hingga kini, sekitar 9.000 warga Palestina diperkirakan masih tertimbun di bawah reruntuhan rumah mereka. Proses evakuasi terhambat karena pasukan pendudukan Israel terus melarang masuknya alat berat yang dibutuhkan untuk mengangkat puing-puing bangunan, sebagaimana disampaikan sumber-sumber Palestina.


Rumah Sakit Terancam Lumpuh
Direktur Program Asosiasi Kesehatan dan Sosial Al-Awda, Ahmad Mahna, mengatakan kepada AFP bahwa rumah sakit yang mereka kelola membutuhkan sekitar 1.200 liter solar per hari. Namun, stok yang tersisa saat ini hanya sekitar 800 liter, jumlah yang jauh dari cukup untuk menjaga operasional seluruh layanan medis.

Dia memperingatkan, krisis bahan bakar yang berlarut-larut secara langsung mengancam kemampuan rumah sakit dalam memberikan layanan dasar, termasuk perawatan darurat bagi korban luka.

Padahal, perjanjian gencatan senjata secara tegas menyebutkan masuknya 600 truk bantuan kemanusiaan setiap hari ke Gaza. Namun, menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa, Israel hanya mengizinkan antara 100 hingga 300 truk bantuan masuk ke wilayah tersebut.

Ketimpangan ini kembali menegaskan bahwa gencatan senjata di atas kertas belum sepenuhnya berarti perlindungan di lapangan, sementara nyawa terus melayang, dan sistem kesehatan Gaza perlahan dipaksa berhenti bernapas.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here