Hampir sebulan setelah angkatan laut Israel membajak kapal Armada Global Sumud Flotilla sebelum tiba di Gaza, para penyelenggaranya kini memulai tur internasional untuk membangkitkan kesadaran dan dukungan bagi langkah serupa yang tengah mereka rancang.

Di Madrid, para aktivis menggelar diskusi publik usai dua sesi sebelumnya di Mallorca dan Barcelona. Mereka berbagi pengalaman dari pelayaran yang dicegat pasukan Israel, di hadapan puluhan undangan dan aktivis solidaritas. Hadir di antaranya Tiago Ávila (aktivis asal Brasil), juru bicara armada Saif Abu Kasyk, aktivis Khalidiyah Abu Bakar, serta jurnalis Spanyol Olga Rodríguez.

Para pembicara menegaskan pentingnya melanjutkan perlawanan sipil untuk menembus blokade Gaza dan membuka jalur kemanusiaan permanen. Mereka menilai, meski ada gencatan senjata, penderitaan dan genosida di Gaza belum berhenti, blokade masih mencengkeram kehidupan lebih dari dua juta warga.

Langkah Selanjutnya

Saif Abu Kasyk menegaskan bahwa konfrontasi di laut internasional hanyalah satu babak dari perjalanan Armada Sumud Flotilla . Tahap berikutnya, katanya, akan fokus pada perlawanan di medan hukum internasional, “arena yang tak akan kami biarkan dikuasai oleh narasi penjajah.”

Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Abu Kasyk menjelaskan bahwa timnya sedang menyiapkan gugatan hukum atas penculikan peserta armada dan penyitaan kapal di perairan internasional, yang dianggap sebagai pelanggaran atas kedaulatan negara-negara yang benderanya dikibarkan di kapal tersebut.

Ketika ditanya tentang rencana peluncuran armada berikutnya, Abu Kasyk menyebut tim kini sedang memperluas kampanye kesadaran dan dukungan publik di berbagai negara. “Kami membangun momentum global untuk pelayaran berikutnya menuju Gaza,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa upaya mereka tak berhenti di laut: akan ada berbagai kegiatan di darat untuk memecah blokade dan menyalurkan bantuan kemanusiaan melalui jalur Mediterania.

Mengenai keterlibatan relawan baru, Abu Kasyk menegaskan bahwa pintu partisipasi akan dibuka lebar. “Kami ingin semua bangsa terwakili. Gaza adalah luka kemanusiaan bersama, dan dunia harus hadir di atas dek kapal kami.”

Keyakinan untuk Terus Berlayar

Aktivis Brasil, Tiago Ávila, menilai pengalaman terakhir mengubah banyak hal. “Dunia kini sadar bahwa ketika rakyat bersatu, mereka menjadi kekuatan yang tak bisa dikalahkan, bahkan oleh kekuatan militer terbesar seperti Amerika Serikat,” katanya.

Ia menambahkan, ideologi Zionisme kini kian dipandang sebagai bentuk paling ekstrem dari rasisme global. “Tekanan dunia memaksa mereka mundur. Kita bisa dan harus mengalahkan mereka hingga Palestina sepenuhnya bebas.”

Bagi Ávila, langkah selanjutnya adalah mendorong pemerintahan dunia berhenti menutup mata terhadap kejahatan Israel, seraya menyiapkan armada yang lebih besar, lebih kuat, dan lebih berani dari sebelumnya. “Kita wajib menjadi lebih besar, lebih tangguh, dan lebih berani,” tegasnya.

Suara dari Dalam Penjara

Sementara itu, aktivis Spanyol Alejandra Martínez (yang ikut berlayar di armada tersebut) mengatakan bahwa mundur dari perjuangan adalah jebakan yang diinginkan pemerintah-pemerintah yang berpihak pada Israel.

“Itulah yang diharapkan pemerintahan Donald Trump dan sekutunya: agar kita lelah, berhenti, dan lupa. Kita tak boleh terjebak di sana,” katanya.

Menurut Martínez, solidaritas internasional yang lahir dari Armada Keteguhan membuktikan bahwa kekuatan rakyat bisa menembus batas laut dan politik. “Kita telah membangun sesuatu yang indah—gerakan solidaritas global. Kini bukan saatnya pulang dan berdiam diri.”

Ketika ditanya apakah ia ingin ikut kembali, Martínez menjawab dengan keyakinan yang ditulisnya di dinding sel tempat ia ditahan: “Kami akan kembali.” Ia berjanji untuk kembali berlayar, atau menjadi bagian dari tim koordinasi di darat, demi melanjutkan misi kemanusiaan itu.

Awal Oktober lalu, pasukan Israel merebut seluruh 42 kapal Armada Keteguhan yang membawa bantuan kemanusiaan senilai puluhan ribu dolar, termasuk obat-obatan, alat medis, dan bahan pangan. Sebanyak 462 relawan dari 47 negara ditangkap dan kemudian dibebaskan, sementara kapal-kapal mereka tetap disita di Pelabuhan Ashdod.

Kini, setelah dibungkam di laut, para aktivis itu berlayar kembali (bukan dengan kapal, melainkan dengan suara, langkah, dan solidaritas yang meluas dari benua ke benua) menuju satu tujuan yang sama: membuka laut Gaza dan mengembalikan kemanusiaan yang dirampas.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here