Dengan suara parau yang nyaris terputus oleh tangis, seorang ayah di Gaza menangis di depan rumah sakit, “Katanya anak saya meninggal… bukankah ada gencatan senjata? Apa yang sebenarnya terjadi?”
Ia adalah ayah dari salah satu anak yang syahid akibat serangan udara pasukan pendudukan Israel yang menghantam rumah dan tenda pengungsi di wilayah selatan dan tengah Jalur Gaza, Selasa malam (28/10). Serangan itu menjadi pelanggaran baru atas kesepakatan gencatan senjata yang baru saja diumumkan.
Di ruang gawat darurat, sang ayah tak mampu menerima kenyataan. Ketika dokter mengangkat tangannya, memberi isyarat bahwa segalanya telah berakhir (bahwa sang anak telah tiada) ayah itu mengguncang tubuh kecil putranya sambil memohon lirih,
“Periksa lagi, tolong… anak saya masih hangat.”
Begitulah suasana duka yang menyelimuti keluarga-keluarga di Gaza malam itu. Senjata perang Israel kembali berkhianat terhadap perdamaian, menyalakan api maut yang merenggut hampir seratus jiwa warga Palestina, termasuk 35 anak-anak. Dalam hitungan jam, sebagian tubuh mereka hancur menjadi serpihan, seperti disampaikan sumber Pertahanan Sipil Gaza.
Di antara reruntuhan, seorang petugas medis tampak menggendong tubuh kecil seorang balita, tak lebih dari tiga tahun. Organ dalamnya terburai. Pemandangan itu menjadi potret telanjang dari kebiadaban mesin perang Israel, yang bahkan menjadikan anak-anak sebagai bagian dari “target militer.”
“Begitu kami menerima laporan tentang serangan di Khan Younis, kami langsung menuju lokasi,” tutur seorang relawan medis. “Yang kami temukan sebagian besar adalah anak-anak, mereka hanya sedang pergi berbelanja bersama keluarga.”
Sementara itu, sumber medis di Rumah Sakit Asy-Syifa, Kota Gaza, melaporkan dua warga Palestina kembali syahid pada Rabu malam akibat serangan udara Israel yang menghantam permukiman As-Salathin di Beit Lahia, wilayah utara Jalur Gaza. Serangan ini kembali menandai pelanggaran terang-terangan terhadap perjanjian gencatan senjata.
Rangkaian serangan itu memperpanjang daftar pelanggaran sejak kesepakatan yang digagas Presiden Amerika Serikat Donald Trump dua tahun setelah perang genosida di Gaza. Perang yang telah menewaskan lebih dari 68 ribu warga Palestina dan melukai sedikitnya 170 ribu lainnya, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Kerugian material yang ditaksir Perserikatan Bangsa-Bangsa mencapai 70 miliar dolar AS, angka yang menggambarkan betapa panjang jalan menuju rekonstruksi, dan betapa mahal harga sebuah “gencatan senjata” yang terus dikhianati.
Sumber: Al Jazeera










