Inisiatif internasional bernama “Pengadilan Gaza” menyerukan agar Majelis Umum PBB segera turun tangan di Jalur Gaza dengan mengirimkan pasukan perlindungan bagi warga sipil yang terus menjadi korban perang.
Dibentuk di London pada 2024, inisiatif ini menghimpun akademisi, pakar hukum, dan pembela HAM dengan tujuan menggalang opini publik serta menekan pemerintah dunia untuk menghentikan apa yang mereka sebut sebagai “genosida” Israel di Gaza. Gerakan ini dipimpin oleh Richard Falk, mantan pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Palestina.
Dalam konferensi pers di Istanbul, Falk menilai negara-negara Barat terlibat dalam pembiaran atas serangan Israel. Ia menjelaskan, pernyataan Pengadilan Gaza menuntut Majelis Umum diberi mandat lebih besar, menghindari veto di Dewan Keamanan, dan mencari jalan keluar dari keterlambatan Mahkamah Internasional. Falk menekankan perlunya kembali pada konsep “Uniting for Peace” yang pernah digunakan PBB saat Perang Korea 1950 dan Krisis Suez 1956.
Falk memperingatkan bahwa tanpa langkah serius dan segera, waktu untuk menyelamatkan warga Gaza bisa habis. Ia mendorong langkah konkret seperti embargo senjata terhadap Israel serta penguatan solidaritas global bagi rakyat Palestina. Pada akhir Oktober, inisiatif ini akan menggelar sidang di Istanbul untuk mengeluarkan putusan simbolis berupa “vonis hati nurani.”
Lebih jauh, Falk menegaskan bahwa pendudukan penuh Israel, peminggiran politik, dan ketiadaan perlindungan internasional menjadikan situasi Gaza bukan sekadar krisis kemanusiaan, melainkan fase baru dari proses pemusnahan bangsa Palestina. Ia bahkan menyinggung kemungkinan Israel melebarkan konflik ke Iran demi mengalihkan sorotan dari Gaza dan Tepi Barat.
Falk juga menilai upaya Israel menekan media dan membungkam jurnalis sebagai bagian dari strategi menutupi kejahatannya. Menurutnya, mempertegas posisi Israel sebagai negara yang melanggar hukum internasional adalah tugas mendesak.
Ia mencatat adanya perubahan opini publik di Amerika Serikat, terutama di kalangan Yahudi muda, yang mulai mendorong sikap lebih seimbang terhadap konflik Palestina–Israel. Namun, kekuatan lobi industri senjata dan kepentingan politik di Kongres masih menjadi hambatan besar.
Diluncurkan pada November 2023, Pengadilan Gaza beranggotakan akademisi, mantan pejabat PBB, pengacara, dan aktivis HAM dari berbagai negara. Mereka menuntut pertanggungjawaban Israel atas dugaan kejahatan perang di Gaza, yang hingga kini telah menewaskan lebih dari 62 ribu warga Palestina, melukai 156 ribu orang, serta memaksa ratusan ribu lainnya mengungsi, di tengah kondisi kelaparan dan kehancuran menyeluruh.