Peneliti isu Israel, Muhannad Mustafa, menilai tekad Israel untuk melanjutkan rencana pendudukan Gaza didorong oleh ambisi ideologis, bukan semata pertimbangan militer. Ia menyebut langkah ini juga menjadi upaya membangun citra “kemenangan mutlak” demi menutupi luka kekalahan 7 Oktober lalu.
Dalam wawancara dengan Al Jazeera Net, Mustafa mengungkap bahwa kalangan sayap kanan Israel melihat momentum ini sebagai “kesempatan bersejarah” untuk membangun kembali permukiman ilegal di Gaza, mencaplok wilayah itu, dan mengusir penduduknya.
Ia menegaskan, pemerintahan Netanyahu mengabaikan keberatan militer terkait besarnya korban jiwa dan beban perang, karena menempatkan target ideologis di atas segalanya. Menurutnya, jika perang berhenti tanpa memenuhi janji politik itu, pemerintahan Netanyahu terancam runtuh dan kehilangan legitimasi publik, membuka jalan kekalahan telak di pemilu mendatang.
Bagi pimpinan Israel, kata Mustafa, satu-satunya cara menghapus aib kekalahan 7 Oktober adalah dengan menduduki Gaza sepenuhnya dan menghancurkan Hamas.
Beban Berat Militer
Mustafa memaparkan bahwa salah satu keberatan terbesar militer adalah rencana memanggil sekitar 150 ribu tentara cadangan untuk masa tugas panjang, yang akan menjadi beban berat secara psikologis dan ekonomi bagi mereka dan keluarganya.
Situasi ini semakin rumit karena pemerintah menolak merekrut kelompok Yahudi ultra-Ortodoks (Haredi), yang memicu kemarahan sebagian tentara cadangan dan mendorong mereka mempertimbangkan menolak bertugas.
Pekan lalu, kabinet keamanan Israel telah menyetujui rencana Netanyahu untuk kembali menduduki Gaza sepenuhnya. Keputusan itu memicu gelombang protes internal, dengan sebagian pihak menyebutnya sebagai “vonis mati” bagi tawanan Israel di Gaza.
Media Israel Maariv melaporkan, sumber militer mengungkap bahwa pemerintah menekan militer untuk bergerak cepat dengan kekuatan besar dan serangan masif, meski jadwal operasi yang disusun militer tidak sejalan dengan target ambisius Netanyahu. Dalam waktu dekat, ribuan tentara cadangan tambahan diperkirakan akan dipanggil.
Sumber: Al Jazeera, media Israel