Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, pada Selasa (29/7), menyatakan, Inggris akan mengakui Negara Palestina dalam Sidang Umum PBB pada September mendatang, jika Israel tidak mengambil langkah konkret untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza, mematuhi solusi dua negara, dan menghentikan upaya aneksasi (pencaplokan) Tepi Barat.
Dalam konferensi pers, Starmer menegaskan, “Rakyat Palestina telah menjalani penderitaan yang luar biasa. Kini di Gaza, akibat kegagalan bantuan yang sangat fatal, kita menyaksikan bayi-bayi yang kelaparan dan anak-anak yang tak sanggup berdiri. Gambar-gambar ini akan menghantui kita sepanjang hayat. Penderitaan ini harus diakhiri.”
Ia menambahkan bahwa pemerintahnya akan memantau perkembangan situasi sebelum mengambil keputusan final pada September mendatang, saat Sidang Umum PBB berlangsung.
Pernyataan Starmer muncul setelah ia memanggil anggota kabinetnya dari liburan musim panas untuk membahas situasi di Gaza, di mana genosida dan kelaparan telah merenggut puluhan nyawa warga Palestina setiap hari. Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan bahwa jumlah syuhada telah melampaui 60.000 sejak perang Israel dimulai pada Oktober 2023.
Langkah ini juga beriringan dengan Konferensi Solusi Dua Negara yang digelar di markas PBB di New York, dan hanya beberapa hari setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan niatnya untuk mengakui Negara Palestina pada forum yang sama di bulan September mendatang.
Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menegaskan bahwa Inggris akan mengakui Palestina sebagai negara “kecuali Israel mengakhiri kekejaman di Gaza dan bersedia menerima perdamaian jangka panjang.” Dalam pidatonya di konferensi tersebut, Lammy mengatakan bahwa komunitas internasional “terkejut melihat anak-anak Gaza ditembak saat mencari makanan,” serta menambahkan bahwa “kelaparan massal dan malnutrisi yang meluas di Gaza telah mengguncang nurani dunia.”
Sambutan Palestina dan Penolakan Israel
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, pada Selasa malam, menyampaikan apresiasi kepada PM Keir Starmer atas sikapnya yang ia sebut “bersejarah,” yakni untuk mengakui Negara Palestina dan bekerja bersama demi mewujudkan perdamaian dan stabilitas. Ucapan itu disampaikan dalam panggilan telepon dari Starmer, menurut laporan kantor berita Palestina, WAFA.
Sementara itu, Israel menolak pernyataan Starmer dan menyebutnya sebagai “hadiah untuk Hamas,” menyusul perubahan posisi Inggris yang dinilai sebagai dampak tekanan internal dan langkah serupa dari Prancis.
Kementerian Luar Negeri Israel mengeklaim bahwa sikap Inggris “merusak upaya gencatan senjata di Gaza dan menghambat rencana pembebasan sandera.”
Seorang sumber di pemerintahan Inggris mengatakan kepada Reuters bahwa sebelum mengumumkan sikapnya, Starmer telah melakukan pembicaraan langsung dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang saat ini tengah menghadapi tuntutan di Mahkamah Pidana Internasional atas kejahatan perang di Gaza.
Sumber: Al Jazeera