Di Rumah Sakit Anak di Kompleks Medis Nasser, Khan Younis, derita anak-anak Gaza terasa begitu nyata: tubuh-tubuh mungil yang menggigil kelaparan, wajah-wajah pucat yang kehilangan sinar masa kecil. Mereka tak sedang melawan penyakit langka, tetapi menanti ajal karena tak ada setetes susu pun untuk menyambung hidup.
“Bahkan jika dunia hari ini mengirim makanan dan susu, kerusakan pada tubuh mereka sudah terlanjur terjadi,” ujar Dr. Ahmad Al-Farra, Direktur Rumah Sakit, kepada Al Jazeera.
Susu formula (satu-satunya sumber gizi bayi di bawah enam bulan )telah menghilang total dari Gaza sejak Maret. Kalaupun ada, sudah kedaluwarsa dan harganya menyentuh 150 dolar per kaleng. Akibatnya, ratusan bayi dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi gizi buruk. Salah satunya, Sila Barbakh (11 bulan), hanya memiliki berat 3,5 kg, kurang dari separuh berat idealnya.
Di luar rumah sakit, ribuan keluarga mencoba bertahan hidup dengan air, adas manis, dan chamomile. Beberapa bahkan terpaksa memberi bayi mereka makanan kaleng, yang berujung pada operasi darurat karena tersedak.
Para dokter, termasuk relawan internasional, mengaku terkejut melihat gejala medis yang seharusnya tak lagi ada di zaman modern: rambut rontok, tubuh menyusut, cairan menumpuk di bawah kulit. Ini bukan sekadar krisis pangan. Ini adalah pemusnahan perlahan.
Lebih dari 30 anak kini dirawat karena malnutrisi akut di RS Nasser, sementara 600.000 anak di bawah usia 10 tahun menghadapi ancaman kematian akibat kelaparan. Dari jumlah itu, 60.000 adalah bayi di bawah enam bulan, tanpa susu, tanpa gizi, tanpa harapan.
“Anak-anak ini tidak punya otot. Setelah enam jam tanpa makanan, organ tubuh mereka mulai berhenti bekerja satu per satu,” terang Al-Farra. “Dan protokol medis untuk menyelamatkan mereka pun tidak tersedia di Gaza.”
Situasinya makin tragis. Dapur umum yang selama ini menyuplai makanan untuk tenaga medis pun berhenti beroperasi sejak dua pekan lalu. “Israel sedang menggunakan senjata paling keji dalam sejarah: kelaparan,” tegas Al-Farra.
Kengerian ini tak lagi bisa disangkal. Dalam 24 jam terakhir, 10 anak meninggal karena kekurangan gizi, menaikkan jumlah total kematian menjadi 111 anak. Sementara data resmi mencatat 115 korban jiwa karena tidak adanya makanan dan air.
Organisasi-organisasi dunia mulai bersuara lantang. WHO menyebut Gaza berada di ambang kelaparan mematikan. Sekjen PBB António Guterres menegaskan, “Apa yang terjadi di Gaza hari ini belum pernah terjadi di era modern.”
Kelaparan telah mengetuk setiap pintu di Gaza. Dunia melihatnya. Tapi, sampai kapan akan diam?