Sebuah laporan terbaru dari harian Maariv mengungkap krisis yang mengguncang jantung militer Israel: kekurangan ribuan personel dan keretakan serius di lini komando. Untuk pertama kalinya, pimpinan militer Israel mengakui secara terbuka bahwa mereka mengalami “pengikisan besar-besaran” dalam struktur komando, dan jumlah pasukan yang tersedia “jauh lebih kecil” dari kebutuhan di medan tempur.
Sejak invasi ke Gaza pada Oktober 2023, lebih dari 8000 tentara tempur dan pendukung telah keluar dari medan. Sekitar 300 perwira (termasuk komandan kompi dan peleton) hilang dari posisi vital di unit-unit tempur. Kehilangan ini tidak hanya karena kematian dan luka berat, tapi juga karena gelombang kelelahan, tekanan mental, dan keengganan untuk tetap berada di garis depan.
Dipaksa Angkat Senjata Tanpa Pelatihan
Militer Israel bahkan terpaksa membuka kembali pusat pelatihan perwira cadangan di “Bahat 1” untuk menambal kekosongan. Empat gelombang latihan darurat digeber dalam waktu singkat. Dalam banyak kasus, tentara berpangkat rendah langsung ditunjuk menjadi komandan pasukan tanpa pelatihan yang layak, hanya karena tak ada lagi perwira tersedia.
Krisis ini paling terasa di unit teknik tempur—mereka yang bertugas menjinakkan bom dan menghancurkan terowongan bawah tanah. Para komandan enggan mengisi posisi ini karena tingkat risikonya yang tinggi.
Seorang komandan pasukan cadangan berkata, “Kami sudah hampir 450 hari berada dalam dinas cadangan sejak Oktober. Keluarga kami jadi korban. Banyak dari kami ingin berhenti. Saya sendiri kehilangan promosi pekerjaan di dunia sipil karena harus terus bertugas.”
Komando Pincang, Mental Pasukan Goyah
Jumlah pasukan meningkat drastis karena mobilisasi cadangan, tapi komando justru semakin keropos. Unit-unit tempur tumbuh 30% sejak perang dimulai, tapi tak diimbangi dengan penambahan perwira yang cukup.
Militer Israel mencoba meredam laporan ini dengan menyebut bahwa “komando pasukan darat tetap solid.” Namun mereka mengakui bahwa kekurangan di unit cadangan “sudah berlangsung lama” dan terus memburuk sejak perang berlangsung.
Kenyataan ini menggambarkan satu hal yang jelas: tentara Israel mulai lelah, kehilangan arah, dan perlahan runtuh dari dalam.