Untuk pertama kalinya, 12 negara dari Asia, Afrika, dan Amerika Latin secara terbuka menjatuhkan sanksi terhadap Israel dalam Konferensi Den Haag untuk Palestina yang digelar di Kolombia. Mereka sepakat bahwa pembantaian dan penghancuran sistematis Israel terhadap warga Gaza tak bisa lagi dibiarkan tanpa konsekuensi hukum.
Langkah-langkah tegas yang diumumkan termasuk pelarangan ekspor senjata ke Israel, serta pelarangan kapal bermuatan senjata untuk melintasi pelabuhan mereka. Mereka juga akan meninjau ulang kontrak-kontrak pemerintah untuk mencegah bantuan finansial terhadap rezim penjajah.
“Melalui pengadilan dan pelabuhan kami, dunia bisa melawan logika kekuatan dengan hukum,” tegas Presiden Kolombia Gustavo Petro, yang telah memutus hubungan dengan Israel awal tahun ini.
Langkah ini didukung penuh oleh Bolivia, Kuba, Indonesia, Irak, Libya, Malaysia, dan Afrika Selatan, bersama lima negara lain. Sebagian besar dari mereka menyoroti pentingnya mempercepat investigasi atas kejahatan kemanusiaan di Gaza, yang hingga kini telah menelan lebih dari 58.000 nyawa, termasuk 18.000 anak-anak.
Francesca Albanese, pelapor khusus PBB, menyebut konferensi ini sebagai “pergeseran besar dalam sikap global” terhadap Israel dan tanda bahwa dunia Selatan tak lagi diam terhadap genosida di Palestina.
Namun, AS tak tinggal diam. Washington mengecam konferensi ini sebagai “alat politisasi hukum internasional” dan menudingnya sebagai sarana untuk menyebarkan agenda anti-Barat.
Meskipun lima negara Eropa hadir, mereka belum menandatangani sanksi—namun diberi waktu hingga Sidang Umum PBB pada 20 September untuk bergabung.