Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata. Lebih dari dua juta warga Gaza yang putus asa dijadikan alat untuk menciptakan kekacauan sosial dan menghancurkan stabilitas internal Palestina. Dalam laporan eksklusif yang diperoleh Al Jazeera, terungkap bahwa pendudukan Israel sengaja menjadikan distribusi bantuan kemanusiaan sebagai ajang provokasi dan pelumpuhan sistem sosial di Gaza.
Kekacauan yang DirancangMelalui penciptaan kekacauan, Israel berusaha menumbangkan kepemimpinan Hamas, salah satu tujuan utama agresinya. Namun, setelah lebih dari 20 bulan pembantaian dan pengepungan brutal, strategi itu terbukti gagal.
Sejak awal agresi pada Oktober 2023, pasukan Israel secara sistematis menghancurkan pusat-pusat pemasyarakatan di Gaza, membebaskan tahanan pelaku kriminal seperti pembunuh, pencuri, dan pengedar narkoba, semua ini dilakukan dengan tujuan menyebarkan ketidakamanan di tengah masyarakat.
Di wilayah-wilayah yang diduduki, tentara Israel membiarkan aksi penjarahan rumah dan perampasan bantuan, sekaligus menargetkan satuan keamanan Palestina yang berusaha menjaga ketertiban.
Data internal yang diperoleh Al Jazeera menunjukkan bahwa 754 petugas keamanan Palestina gugur syahid saat melindungi distribusi bantuan dari penjarahan dan gangguan militer.
Distribusi Penuh Kepentingan
Lebih parah lagi, Israel melarang masuknya bantuan kemanusiaan secara merata, dan melemahkan lembaga internasional seperti UNRWA yang memiliki sistem distribusi yang mapan.
Sebagai gantinya, didirikan “Lembaga Gaza Kemanusiaan”, organisasi baru bentukan Israel-Amerika yang hanya membuka 3 titik distribusi tanpa sistem yang jelas, dan justru menjadi lokasi tragedi berdarah.
Sejak awal operasinya pada 27 Mei lalu, lebih dari 420 warga Palestina gugur syahid saat menunggu bantuan di pusat-pusat distribusi yang dijaga militer Israel. Sebanyak 3.031 orang lainnya luka-luka, sebagian besar dalam kondisi kritis.
Perlindungan untuk Geng Penjarah
Data yang dihimpun menunjukkan adanya perlindungan langsung dari militer Israel terhadap kelompok bersenjata lokal yang bertugas merampas bantuan. Beberapa dari mereka bahkan berperan sebagai informan dan bekerja sama dengan pasukan pendudukan dalam melawan kelompok perlawanan.
Seorang sumber dari lembaga keamanan Gaza menyatakan kepada Al Jazeera bahwa Israel menjalankan strategi terstruktur untuk menciptakan keruntuhan sosial dan keamanan, dengan tujuan:
- Menutupi kejahatan militernya terhadap warga sipil dengan menciptakan kekacauan internal yang mengacaukan opini dunia.
- Menghancurkan lembaga dan struktur sosial Palestina, dengan mendukung kelompok bersenjata yang mendapat perlindungan militer.
- Mengalihkan bantuan dari rakyat Palestina ke pihak-pihak yang melayani agenda pendudukan.
- Mencemarkan citra Hamas dan pemerintah Gaza, seolah mereka kehilangan kendali atas wilayahnya.
Strategi Propaganda yang Gagal
Sumber tersebut menegaskan bahwa Israel mencoba melarikan diri dari kegagalannya secara militer, intelijen, dan politik, dengan menciptakan sandiwara internal penuh kekacauan, untuk menjustifikasi berlanjutnya agresi di hadapan dunia internasional dan publik domestik.
Israel juga diketahui berupaya menyusup ke jaringan sosial Palestina, membujuk dan mendanai kelompok-kelompok tertentu untuk menimbulkan konflik antarklan dan masyarakat. Namun, seluruh upaya ini menemui kegagalan berkat keteguhan rakyat Gaza dan ketahanan struktur sosialnya.
Bukti dan Pengakuan Terduga
Lembaga keamanan Gaza telah berhasil menghimpun bukti dan pengakuan langsung dari sejumlah individu yang terlibat dalam kekacauan terorganisir tersebut, termasuk:
- Penerimaan dana, senjata, dan logistik dari militer Israel untuk menciptakan gangguan dan menjarah bantuan.
- Koordinasi langsung dengan intelijen Israel untuk menciptakan kekacauan internal.
- Memberikan informasi tentang lokasi distribusi bantuan kepada pihak pendudukan sebagai imbalan uang.
- Menyerahkan peta pergerakan pasukan keamanan untuk memudahkan penargetan oleh Israel.
Semua pengakuan ini, menurut sumber, telah direkam secara audio-visual dan akan diumumkan pada waktu yang tepat sebagai bagian dari berkas dokumentasi kejahatan perang Israel di Gaza.
Sumber: Al Jazeera