Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) memperingatkan bahwa Gaza kini memasuki tahap kelaparan akut. Blokade penuh yang terus diberlakukan oleh pasukan pendudukan Israel — dengan menutup seluruh jalur masuk makanan, air, obat-obatan, dan bahan bakar — kini mengancam langsung kehidupan lebih dari dua juta jiwa di Jalur Gaza.
Dalam pernyataannya, Hamas menyebut pemerintahan Benjamin Netanyahu menggunakan kelaparan sebagai senjata, dengan sengaja menargetkan stasiun air dan pusat distribusi pangan. Tindakan ini disebut sebagai salah satu bentuk pelanggaran paling keji terhadap hukum internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan.
Hamas menyerukan kepada komunitas internasional untuk segera bertindak menghentikan kejahatan kelaparan massal ini, mencabut blokade total yang telah melumpuhkan Gaza selama hampir dua bulan, serta membuka akses bantuan makanan dan medis tanpa penundaan.
Lebih jauh, Hamas juga mengimbau negara-negara Arab dan Islam — baik pemerintah maupun rakyat — untuk memikul tanggung jawab sejarah mereka. Mereka menyerukan agar dunia Arab-Islam tidak lagi membungkam suara hati, melainkan bergerak memecahkan pengepungan zalim ini dan mengirimkan seluruh kebutuhan dasar bagi warga Gaza yang terkepung.
Bantuan Menumpuk, Stok Makanan Habis
Sementara itu, Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia (WFP) PBB, Cindy McCain, mengumumkan bahwa stok pangan mereka di Gaza telah habis total, seiring dengan penutupan total perbatasan yang telah berlangsung selama tujuh minggu.
Dalam wawancara dengan BBC, McCain menggambarkan kondisi di Gaza sebagai bencana kemanusiaan: “Orang-orang benar-benar kelaparan.” Ia memperingatkan bahwa jumlah korban kelaparan akan terus bertambah jika bantuan kemanusiaan tidak segera diizinkan masuk, sambil menyerukan gencatan senjata dan akses penuh bagi pekerja kemanusiaan.
Menjawab tuduhan bahwa Hamas menggunakan bantuan untuk mempertahankan kekuasaan, McCain menegaskan bahwa tim WFP di lapangan tidak menemukan bukti atas klaim tersebut.
Saat ini, menurut WFP, lebih dari 116 ribu ton metrik bantuan makanan — cukup untuk memberi makan satu juta orang selama empat bulan — telah siap di jalur distribusi dan tinggal menunggu dibukanya kembali akses ke Gaza.
Krisis Kesehatan dan Air
Selain krisis pangan, Gaza juga menghadapi kelangkaan parah obat-obatan, alat medis, dan bahan bakar. Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyebutkan bahwa banyak rumah sakit di Gaza telah kelebihan kapasitas akibat serangan bom, sementara kekurangan bahan bakar telah melumpuhkan produksi dan distribusi air bersih.
Awal pekan ini, Inggris, Prancis, dan Jerman bersama-sama mengecam blokade Israel yang mereka sebut sebagai “tak tertahankan” dan menuntut agar akses bantuan segera dibuka. Namun, Israel menolak tekanan tersebut dengan dalih bahwa Hamas akan menyita bantuan — sebuah tuduhan yang dibantah tegas oleh Hamas dan ditepis oleh PBB, yang memastikan bahwa semua bantuan yang mereka distribusikan dikawal dalam sistem pengawasan yang ketat.
Genosida yang Berlanjut
Sejak 2 Maret lalu, Israel menghentikan total pengiriman bantuan ke Gaza dan melanjutkan serangan militernya setelah membatalkan sepihak kesepakatan gencatan senjata yang telah berjalan dua bulan. Serangan ini diklaim Israel sebagai upaya untuk menekan Hamas agar membebaskan tawanan, meski upaya ini justru memperburuk penderitaan jutaan warga sipil.
Didukung penuh oleh Amerika Serikat, Israel telah melancarkan genosida brutal di Gaza sejak 7 Oktober 2023. Hingga kini, lebih dari 168 ribu warga Palestina telah menjadi korban jiwa dan luka-luka, mayoritas adalah anak-anak dan perempuan. Lebih dari 11 ribu orang lainnya masih dinyatakan hilang.
Sumber: Al Jazeera