Di penjara-penjara Israel, tempat ribuan warga Palestina dikurung jauh dari keluarga dan tanah air mereka, derita para tahanan tak hanya datang dari borgol dan sel isolasi. Rezim pendudukan kini menambahkan bentuk penyiksaan baru: gambar kehancuran Gaza, dipajang tepat di depan mata mereka.
Langkah yang simbolis sekaligus kejam ini diungkap harian Israel Hayom. Dalam laporan itu, Otoritas Penjara Israel secara sengaja menggantungkan foto-foto reruntuhan Gaza—dari rumah yang hancur, jalanan yang terbakar, hingga wajah-wajah yang syok—di dalam sel para tahanan Palestina, terutama mereka yang dituduh terlibat dalam serangan 7 Oktober. Tujuannya bukan sekadar hiasan. Ini adalah bagian dari perang psikologis yang terencana untuk melemahkan semangat juang dan memutus simpati terhadap para pejuang.
Mereka ingin menyampaikan pesan: “Kami hancurkan kampung halamanmu, dan kamu hanya bisa menyaksikannya dari balik jeruji.”
Saat Gambar Jadi Senjata Psikologis
Foto bukan lagi sekadar dokumentasi visual. Di tangan Israel, gambar menjadi alat penyiksaan mental. Ketika para tahanan tidak bisa menyentuh dunia luar, visual kehancuran menjadi satu-satunya jendela mereka—dan itulah yang dimanipulasi. Foto-foto itu tidak hanya mengingatkan mereka akan penderitaan saudara-saudaranya di luar, tapi juga menanamkan rasa bersalah, kehancuran mental, dan ketidakberdayaan.
Gambar-gambar itu seperti menancapkan paku di luka yang belum sembuh. Penjara berubah menjadi ruang penyiksaan bisu. Dan dinding sel menjadi layar propaganda, dengan satu narasi: “Kami kuasai hidup kalian di luar dan dalam.”
Perang Psikologis di Balik Tembok
Dalam dunia propaganda militer, simbol dan visual adalah senjata yang ampuh. Israel memanfaatkan gambar reruntuhan untuk menciptakan ketakutan dan menyebar rasa kalah bahkan sebelum pertempuran terjadi. Di balik tembok-tembok itu, tahanan dipaksa menyaksikan “nasib Gaza” sebagai refleksi dari “nasib mereka sendiri”.
Ini bukan hanya bentuk intimidasi fisik, tapi juga simbol kekuasaan: “Kalian bukan hanya kami penjarakan, tapi juga kami telanjangi harapan kalian.”
Hukuman Kolektif yang Terstruktur
Jika serangan udara adalah bentuk kekerasan fisik terhadap Gaza, maka pajangan gambar kehancuran adalah kekerasan simbolik terhadap para tahanan. Ini adalah dua sisi dari hukuman kolektif yang sama. Mereka yang berada di luar dihancurkan tubuh dan rumahnya, sementara mereka yang di dalam dihancurkan jiwanya.
Inilah wajah rezim pendudukan: blokade di Gaza, pos militer di Tepi Barat, dan penindasan mental di dalam sel.
Pelanggaran Hukum Internasional
Menurut hukum internasional, tindakan menggantung foto kehancuran demi menyiksa mental tahanan jelas melanggar Konvensi Jenewa. Pasal 3 Konvensi menyatakan bahwa semua tahanan harus dilindungi dari perlakuan kejam, merendahkan martabat, dan penyiksaan psikologis. Gambar kehancuran yang sengaja dipertontonkan kepada para tahanan dapat diklasifikasikan sebagai “bentuk pelecehan psikologis sistematis.”
Meski proses akuntabilitas terhadap Israel kerap terhalang oleh perlindungan politik dari sekutunya, dokumentasi seperti ini tetap penting sebagai bukti awal dalam membuka jalan ke pengadilan internasional dan rekonsiliasi masa depan.
Pertempuran Simbol Belum Berakhir
Apa yang terjadi di sel-sel penjara itu bukan insiden sepele. Ini adalah bagian dari perang narasi, perang terhadap ingatan, dan penghancuran makna. Seperti halnya Israel membom rumah-rumah, mereka juga membom kesadaran—melalui gambar, simbol, dan luka batin yang tak terlihat.
Bukan hanya foto-foto itu. Pada Februari 2024, Jerusalem Post melaporkan bahwa tahanan Palestina juga dipaksa menonton video berisi kehancuran Gaza sebelum dibebaskan dalam kesepakatan pertukaran tahanan. Video berdurasi tiga menit itu dirancang militer Israel sebagai penutup psikologis bagi mereka yang akan bebas—seolah menyampaikan, “Bahkan saat kalian keluar, luka tetap kami bawa bersama kalian.”
Kritik Meluas dan Seruan Keadilan
Langkah-langkah ini memicu kecaman dari organisasi HAM, termasuk B’Tselem, yang pada Agustus 2024 merilis laporan berjudul “Selamat Datang di Neraka”. Laporan itu mendokumentasikan penganiayaan sejak Oktober 2023: pemukulan, kelaparan, penyiksaan seksual, hingga pengabaian medis sistematis terhadap para tahanan.
Organisasi seperti Human Rights Watch dan Amnesty International juga menyerukan penyelidikan internasional atas apa yang mereka sebut sebagai kejahatan kemanusiaan. Setiap foto yang digantung di dinding sel hari ini bisa menjadi bukti penting di meja pengadilan esok hari.
Menikam Hati Korban
Ini bukan sekadar strategi keamanan. Ini adalah pesan politik yang dirancang untuk menusuk batin para pejuang Palestina. Israel mengubah gambar menjadi senjata sunyi, memaku kekalahan di kepala korban tanpa harus berbicara.
Dan pada akhirnya, inilah propaganda yang paling kejam: tidak disuarakan, tapi dipajang. Tidak dinyatakan, tapi dibenamkan dalam diam.
Sumber: Al Jazeera