Gaza – Analis militer Mayjen (Purn) Fayez Al-Duwairi mengungkapkan bahwa serangan terhadap tiga tank Israel di timur Kota Gaza pada Rabu (16/4) menjadi bukti bahwa para pejuang perlawanan masih aktif dan beroperasi dari dalam terowongan, hanya keluar saat ada peluang emas untuk menyerang.

Dalam analisis terbarunya mengenai situasi militer di Jalur Gaza, Duweiri menjelaskan bahwa kelompok perlawanan kini memilih tetap berada di dalam jaringan terowongan bawah tanah demi menghindarkan warga sipil dari serangan udara Israel. Serangan-serangan tersebut, menurutnya, kini banyak mengandalkan teknologi kecerdasan buatan untuk melacak para pejuang.

Duweiri menambahkan, para pejuang tidak melancarkan serangan tanpa informasi intelijen yang akurat. Mereka hanya keluar dari persembunyian jika dipastikan bisa melakukan kontak senjata dari jarak sangat dekat—maksimal 130 meter—untuk memaksimalkan efektivitas serangan.

Di sisi lain, pasukan pendudukan Israel disebut menempatkan diri di wilayah-wilayah tinggi untuk mengamankan posisi mereka dari serangan mendadak.

Ketika tentara Israel memutuskan masuk ke kawasan permukiman, mereka selalu memulai dengan serangan udara besar-besaran menggunakan taktik “bumi hangus” demi mencegah serangan balik dari kelompok perlawanan.

Zona Penyangga Tak Bertahan Lama

Menanggapi rencana Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant yang ingin menjadikan sepertiga wilayah Gaza sebagai zona penyangga, Duwairi memperkirakan bahwa Israel mungkin bisa menguasai wilayah tersebut dalam waktu dekat.

Namun ia menegaskan, dominasi itu tidak akan bertahan lama karena pasukan Israel berpotensi menjadi sasaran serangan berskala besar yang memaksa mereka mundur.

Ia mengingatkan, Israel sebelumnya juga pernah menarik pasukannya dari Jalur Gaza akibat serangan kelompok perlawanan, termasuk dari poros Netzarim saat gencatan senjata yang akhirnya gagal dilanjutkan.

Saat ini, pasukan Israel tercatat berada di lima koridor militer yang mencakup sekitar 30 persen wilayah Jalur Gaza. Namun, jika mereka nekat masuk lebih dalam ke area permukiman, maka mereka akan berhadapan dengan taktik perlawanan yang lebih mematikan.

Menurut Duwairi, operasi militer di wilayah permukiman akan memberikan keuntungan besar bagi para pejuang karena mereka bisa menyerang dari jarak sangat dekat—berbeda dengan kondisi saat ini yang membatasi mereka akibat posisi pasukan Israel di area terbuka.

Pada Rabu kemarin, Brigade Al-Qassam—sayap militer Hamas—mengumumkan telah menyerang tiga tank Israel jenis Merkava 4 menggunakan peluncur roket “Yasin 105” saat tank-tank itu masuk ke wilayah timur permukiman Al-Tuffah dalam 24 jam terakhir.

Serangan terhadap kendaraan lapis baja Israel memang menurun drastis sejak dimulainya kembali perang sebulan lalu, karena militer Israel lebih mengandalkan serangan udara dan pengepungan tanpa melakukan penetrasi darat besar-besaran.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here