Rencana Presiden Amerika Donald Trump mencaplok Gaza, menggusur warganya untuk pindah ke Yordania dan Mesir, kemudian bangun Riviera Timur Tengah, terus dikecam. Kali ini kecaman itu datang dari eks agen badan intelijen Israel, Mossad, yang dikenal bereputasi tinggi.
Mossad merupakan badan intelijen yang bertugas menghimpun segala keterangan baik dari dalam maupun luar negeri untuk pertahanan negara. Personnel badan intelijen ini dikenal ahli melakukan sabotase, operasi pelenyapan orang dengan cara diam-diam, intersepsi, juga melakukan lobi dan negosiasi untuk kepentingan negara.
Meski bereputasi tinggi, Mossad beserta badan intelijen Shin Bet merupakan pihak yang banyak dikecam di internal Israel karena kegagalan mengendus rencana penyerangan Hamas pada Oktober 2023. Rencana yang disusun pentolan Brigade Izzuddin al Qassam Muhammad Deif dua pekan sebelum hari H itu sama sekali tidak sampai ke telinga agen intelijen yang terkenal bereputasi tinggi itu.
Terkait dengan dinamika di Gaza, eks petinggi Mossad memiliki analisis tersendiri menyikapi rencana Presiden Amerika Donald Trump yang bernafsu tinggi mencaplok Gaza.
Bekas kepala departemen tahanan dan orang hilang di Mossad, Rami Eger, menggambarkan rencana Presiden AS Donald Trump terkait Jalur Gaza sebagai “kesalahan bicara dari seorang pedagang real estate yang gagal,” sementara “Israel adalah satu-satunya yang antusias tentang hal itu, karena ia menawarkannya sebuah mimpi yang mustahil.”
Egger terus mengkritik Trump, dalam sebuah wawancara dengan situs web Israel i24NEWS, dengan mengatakan bahwa Trump terlepas dari kenyataan, tidak memahami masalah, dan tidak mengenal cakupannya, seraya menambahkan, “Anda hanya perlu mendengarnya berbicara tentang pengusiran warga Gaza dan Anda akan mengerti bahwa dia sama sekali tidak berhubungan dengan kenyataan ini.”
Egger menekankan bahwa mengingat rencana Trump untuk Gaza, ini menunjukkan kurangnya pemahaman mendasar terhadap Palestina khususnya dan Arab secara keseluruhan pada umumnya. Juga kurangnya pemahaman mendasar terhadap kawasan tersebut.
Presiden AS tengah berupaya menyusun rencana untuk memindahkan penduduk Jalur Gaza ke Mesir, Yordania, dan negara lain, rencana yang mendapat penolakan keras dari negara Arab dan kecaman dari banyak negara Eropa.