Pembantaian di Jalur Gaza menjadi tantangan besar bagi para petani di wilayah tersebut, yang selama ini memproduksi ribuan ton sayur dan buah untuk kebutuhan lokal serta mengekspor sebagian ke negara-negara Arab dan Eropa. Namun, dengan adanya gencatan senjata, harapan kembali muncul untuk menghidupkan kembali “lumbung pangan” Palestina.
Israel telah meratakan ribuan dunam lahan pertanian selama perang di Gaza. Hasil panen dari lahan-lahan ini sebelumnya memenuhi pasar lokal Gaza dan diekspor ke Tepi Barat, serta pasar Arab, Eropa, bahkan Rusia.
Perang yang belum pernah terjadi sebelumnya ini menjadi tantangan berat bagi para petani Gaza. Beberapa di antaranya terpaksa mengolah kembali lahan di zona kemanusiaan dan menanam sayur-sayuran untuk pasar Gaza guna menghadapi ancaman kelaparan selama perang.
Kenaikan Harga dan Serangan
Petani Palestina, Muhammad Al-Dahaleez, yang berasal dari Kota Rafah di selatan Gaza, menceritakan betapa sulitnya perjuangan para petani selama perang. Harga alat pertanian, pestisida, dan obat-obatan naik berkali-kali lipat, sementara mereka terus dihantui ketakutan akan serangan mendadak dan pemboman.
“Biaya bertani di tengah perang sangat tinggi. Kami membeli obat-obatan dengan harga lebih dari tiga kali lipat, bahkan ada yang mencapai sepuluh kali lipat. Ditambah lagi, keterbatasan air yang hanya bisa kami dapatkan melalui panel surya, yang menjadi tidak efektif saat langit mendung,” kata Muhammad dalam wawancara dengan SAND News Agency dari jaringan Al Jazeera.
Dengan penuh kepedihan, ia menggambarkan bagaimana Gaza pernah menjadi lumbung pangan yang penting bagi dunia Arab.
“Kami mengekspor sayur ke negara-negara Arab. Gaza dulunya adalah sumber pangan yang sangat penting, dan stroberi dari Gaza dikenal sebagai yang terbaik di dunia Arab. Produksi pertanian di Gaza sangat melimpah karena tanah dan iklimnya yang mendukung pertanian,” ujarnya.
Tetap Bertahan
Muhammad berharap dapat kembali menghidupkan lahan pertanian yang telah dihancurkan oleh Israel selama perang.
“Kami mencintai tanah ini dengan sepenuh hati. Kami akan melakukan segala cara untuk menanaminya kembali, tidak peduli seberapa besar tantangan yang harus kami hadapi. Setiap jengkal tanah di Rafah akan kami tanami kembali,” katanya dengan penuh tekad.
“Irael ingin mengusir kami dari tanah ini sejak awal perang, tapi kami tetap bertahan. Kami tidak akan meninggalkannya. Meskipun ada pemboman dan serangan udara, kami tidak akan mengungsi. Kami akan tetap menanam dan makan dari hasilnya. Rafah telah memberi makan dunia dengan hasil buminya, dan kami akan mengembalikannya sebagai lumbung pangan bagi Gaza dan dunia Arab,” tambahnya.
Sumber: Al Jazeera