Spirit of Aqsa- Ahli militer Jenderal Fayyad al-Duwairi mengatakan, operasi yang dimulai oleh pasukan Israel di Kamp Jenin di Tepi Barat utara pada Selasa (21/1/2025) menunjukkan ketidakseimbangan dalam kekuatan yang digunakan, rentetan tembakan, dan jenis senjata.
Dalam analisisnya untuk Al-Jazeera, al-Duwairi menambahkan, operasi baru ini adalah salinan dari operasi sebelumnya yang dilakukan oleh Israel pada 2023, yang lebih luas dan melibatkan lebih banyak pasukan.
Al-Duwairi memprediksi bahwa pasukan Israel akan keluar dari kamp pada akhirnya, seperti yang terjadi dua tahun lalu, namun dengan merusak infrastruktur sipil secara hampir total.
Kemampuan Terbatas
Terkait dengan cara-cara yang bisa diandalkan perlawanan dalam menghadapi serangan, al-Duwairi mengatakan bahwa kemampuan mereka terbatas pada senapan ringan dan bahan peledak rakitan, mengingat sedikitnya jumlah anggota perlawanan di Jenin.
Namun demikian, ahli militer ini membantah bahwa perlawanan akan meninggalkan kamp tersebut. Ia juga tidak menutup kemungkinan bahwa Israel akan memperluas operasi, “tetapi mereka akan dipaksa untuk berperang di jalanan dan rumah-rumah.”
Al-Duwairi juga mengomentari sikap Presiden AS baru, Donald Trump, yang mengangkat sanksi terhadap beberapa pemukim Israel, yang menurutnya mencerminkan penerimaan Trump terhadap perilaku Israel yang lebih kekerasan di Tepi Barat.
Meskipun operasi ini melibatkan kekuatan besar dan beragam, termasuk komando pasukan elit dan unit Egoz serta helikopter Apache, al-Duwairi menjelaskan bahwa sifat medan di kamp Jenin membantu pejuang perlawanan untuk bersembunyi dan menggunakan bahan peledak meskipun dalam jumlah terbatas.
Operasi yang dimulai oleh pasukan pendudukan Israel di Kamp Jenin diberi nama “Dinding Besi”. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa operasi ini “adalah misi untuk menghapus terorisme di Jenin”.
Netanyahu menambahkan melalui akun media sosialnya bahwa operasi ini “merupakan langkah baru untuk mencapai tujuan yang sebelumnya diumumkan, yaitu memperkuat keamanan di Tepi Barat.”
Operasi ini mengakibatkan 10 warga Palestina syahid dan lebih dari 35 lainnya terluka, menurut data dari Kementerian Kesehatan Palestina.
Sumber: Al-Jazeera