Para analis dan peneliti Palestina menilai hari pertama gencatan senjata di Gaza memperlihatkan signifikan yang mendukung perlawanan Palestina. Menurut analis politik Omar Assaf, gencatan senjata ini menunjukkan bahwa perlawanan Palestina, terutama setelah peristiwa 7 Oktober 2023, tetap memiliki kendali, meskipun Israel mengklaim telah menghancurkan faksi pejuang tersebut. Dukungan rakyat Palestina terhadap perlawanan semakin kuat, mengguncang stabilitas Israel.

Sulaiman Bsharat menambahkan bahwa perang yang dilancarkan Israel gagal menghilangkan kekuatan Hamas, terlihat dari penampilan publik para pejuang Brigade Al-Qassam saat pertukaran tahanan. Hal ini mengindikasikan kemampuan Hamas dalam mengelola situasi sensitif. Pada hari pertama gencatan senjata, Hamas membebaskan tiga tawanan Israel, sementara Israel melepaskan 90 tahanan Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak.

Namun, ancaman terhadap gencatan senjata tetap ada, terutama dari pihak Israel yang berpotensi memicu ketegangan ulang. Peneliti Hani Abu Al-Sab’ menyebutkan bahwa perang darat Israel di Gaza selama lebih dari 470 hari menjadi yang terpanjang dalam sejarahnya dan menyebabkan kerugian besar, baik di medan perang maupun reputasi internasionalnya.

Abu Al-Sab’ juga menyoroti bahwa kegagalan Israel di Gaza dapat memicu tindakan keras di Tepi Barat sebagai upaya mengalihkan perhatian dari kekalahan di Gaza. Dengan kehancuran infrastruktur Gaza, termasuk rumah, sekolah, masjid, dan rumah sakit, lebih dari 47.000 warga Palestina menjadi syahid dan 110.000 lainnya terluka dalam perang ini.

Gencatan senjata ini menjadi momen penting bagi perlawanan Palestina, sementara di pihak Israel muncul kritik terhadap pemerintahan Netanyahu yang gagal memenuhi janjinya untuk mengalahkan Hamas dan menguasai Gaza.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here