Spirit of Aqsa- Surat kabar Haaretz melaporkan, tubuh korban jiwa Palestina yang syahid dalam serangan udara Israel di Gaza Selatan menguap akibat dahsyatnya ledakan, serta tidak adanya tempat perlindungan yang bisa melindungi warga dari gempuran tanpa henti.
George Petropoulos, kepala cabang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan di Gaza, menyampaikan kepada surat kabar Israel berhaluan kiri tersebut bahwa apa yang terjadi di kawasan Mawasi di selatan Gaza tampak seperti “Nagasaki lainnya.” Pernyataan itu merujuk pada kota di Jepang yang dihancurkan bom atom oleh Amerika Serikat pada 9 Agustus 1945 di akhir Perang Dunia II.
Pejabat PBB itu berbicara tentang serangan udara yang dilakukan tentara Israel pada 4 Desember di kamp pengungsi di kawasan Mawasi, Khan Younis, Gaza Selatan. Serangan itu menyebabkan gugurnya 23 warga Palestina, termasuk empat anak dan dua perempuan—salah satunya sedang hamil—serta menghancurkan 21 tenda, menurut laporan surat kabar tersebut.
Petropoulos menyatakan, “Kami telah menghitung jasad-jasad, tetapi ada korban yang tubuhnya menguap begitu saja. Sebanyak 10 atau 20 orang yang berada di dalam tenda-tenda lenyap begitu saja.”
Ia menambahkan, “Saya berada di rumah sakit setelah serangan itu. Tempat itu seperti rumah jagal, darah ada di mana-mana.” Haaretz juga melaporkan bahwa sebuah keluarga terkubur di bawah pasir yang menutupi tenda mereka akibat serangan tersebut.
Surat kabar New York Times dalam laporan investigasinya mengungkapkan bahwa Angkatan Udara Israel menggunakan bom berbobot satu ton dalam serangan di Mawasi. Ledakan bom tersebut menimbulkan kerusakan besar, termasuk kawah dengan diameter mencapai 15 meter.
Pemerintah Amerika Serikat sempat menunda pengiriman bom jenis ini kepada Israel dalam beberapa bulan terakhir karena dugaan bahwa bom tersebut menyebabkan kerusakan lingkungan yang luas dan menewaskan warga sipil, sebagaimana disebutkan dalam laporan Haaretz.
Menurut laporan itu, Dewan Hak Asasi Manusia PBB menolak klaim tentara Israel bahwa serangan pada 4 Desember itu ditujukan untuk menargetkan tokoh-tokoh penting dalam Gerakan Perlawanan Islam (Hamas).
Meskipun tentara Israel mengklasifikasikan Mawasi sebagai “zona aman kemanusiaan,” serangan ke wilayah tersebut tidak pernah berhenti, menurut Haaretz. PBB melaporkan bahwa intensitas serangan bahkan meningkat akhir-akhir ini.
Haaretz mengutip situs Forensic Architecture, yang secara sistematis mendokumentasikan serangan di Gaza, bahwa terdapat lima serangan udara yang tercatat di Mawasi antara akhir Mei dan 10 September tahun ini.
Data yang dikumpulkan oleh Dr. Lee Mordechai dari Universitas Ibrani, yang memantau perkembangan di Gaza, mengungkapkan bahwa dalam waktu kurang dari sebulan, Israel menyerang wilayah tersebut setidaknya delapan kali, menewaskan puluhan warga Palestina.
Mawasi adalah wilayah berupa sabuk bukit pasir seluas sekitar 14 kilometer persegi yang terletak dekat pantai di Gaza Selatan.
Sejak perang meletus di Gaza yang diblokade, tentara Israel memaksa penduduk Mawasi untuk mengungsi melalui pesan teks, panggilan telepon, dan selebaran.
Haaretz menjelaskan bahwa Mawasi, yang sebagian besar terdiri dari lahan pertanian dan bukit pasir, kini telah berubah menjadi kamp pengungsian yang penuh sesak dengan ratusan ribu orang yang hidup dalam kondisi sangat sulit.
PBB memperkirakan sekitar 30.000 orang terpaksa tinggal di setiap kilometer persegi di kawasan tersebut, menghadapi kekurangan air bersih, pangan, masalah kesehatan, serta tidak adanya tempat tinggal yang layak.
Sumber: Haaretz