Spirit of Aqsa- Israel bergerak cepat menanggapi dampak revolusi rakyat Suriah yang berhasil menggulingkan rezim Bashar al-Assad. Militer Israel segera melakukan penetrasi darat di Quneitra, menduduki puncak Gunung Hermon di Suriah, dan menguasai zona penyangga di sepanjang garis gencatan senjata di Dataran Tinggi Golan dengan dalih keamanan dan pertahanan.
Langkah Israel di Golan
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, langsung mengunjungi Gunung Hermon dan menyampaikan pidato yang memicu perpecahan di kalangan rakyat Suriah. Dalam pidatonya, Netanyahu menyatakan keluar dari perjanjian gencatan senjata 1974 dan mengklaim kendali atas zona penyangga, yang dianggap mencerminkan ambisi teritorial Israel di Suriah.
Menteri Pertahanan Israel, Yisrael Katz, memerintahkan militer untuk memperkuat pasukan di Golan yang diduduki, dengan tujuan “menguasai sepenuhnya zona penyangga.” Kepala Staf Militer, Herzi Halevi, menyebut Golan sebagai “front perang,” yang menurut analis dapat dianggap sebagai langkah menuju perang terbuka dengan Suriah.
Tinjauan Strategis
Sebuah laporan dari Pusat Penelitian Keamanan Nasional Universitas Tel Aviv berjudul “Jatuhnya Rezim Assad: Antara Risiko dan Peluang” memperingatkan Israel agar berhati-hati dan menghindari keterlibatan mendalam di Suriah.
Karmit Valensi, kepala program front utara di pusat penelitian tersebut, menyatakan bahwa meskipun kemampuan militer oposisi Suriah tidak sebanding dengan Iran dan sekutunya, Israel tetap harus memperkuat dialog dengan pihak-pihak yang terlibat di Suriah untuk memengaruhi masa depan negara tersebut demi kepentingan Israel.
Ambisi Teritorial
Peneliti isu Israel, Antoine Shalhat, menilai penetrasi Israel ke zona penyangga, pendudukan Gunung Hermon, dan serangan udara yang dilancarkan menunjukkan ambisi teritorial Israel. Menurut Shalhat, Israel kerap menggunakan dalih keamanan untuk mewujudkan proyek “Israel Raya,” termasuk mencaplok Dataran Tinggi Golan dengan dukungan Amerika Serikat.
Shalhat juga mencatat bahwa sejak 7 Oktober 2023, Israel kembali mendorong pembentukan zona penyangga di Gaza, Lebanon selatan, dan sekarang di Suriah, yang bertujuan menghancurkan pemukiman dan menggusur penduduk lokal.
Zona Penyangga sebagai Dalih
Shalhat menjelaskan bahwa zona penyangga di Suriah hanyalah dalih untuk memperluas kendali Israel. Ia mencatat bahwa langkah Israel untuk mencegah transfer senjata ke Hizbullah juga bertujuan mempertahankan dominasi militer di wilayah tersebut.
Respon Oposisi Suriah
Analis politik Majid Qudmani dari Majdal Shams di Golan menyebut Israel terkejut dengan keberhasilan oposisi Suriah yang menggulingkan Assad tanpa menciptakan kekacauan. Langkah-langkah militer Israel, seperti menduduki Gunung Hermon, mencerminkan kegugupan dan kebingungan atas perkembangan politik yang cepat di Suriah.
Qudmani menegaskan bahwa rakyat Suriah tetap bersatu untuk mempertahankan kemenangan revolusi mereka, termasuk menuntut kedaulatan atas Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel. Ia juga mencatat bahwa pidato Netanyahu yang bersifat sektarian bertujuan memecah belah persatuan rakyat Suriah, tetapi upaya ini dinilai tidak akan berhasil.
Analis menilai bahwa tindakan Israel ini menunjukkan kegelisahan terhadap stabilitas Suriah pasca-rezim Assad, sekaligus mengungkap ambisi mereka untuk memperluas kontrol teritorial dengan dalih keamanan sementara.