Spirit of Aqsa– Abu Hani merasa gembira saat mengetahui barang dagangannya di Kota Gaza, Jalur Gaza utara aman dari serangan udara militer Israel. Dia lalu memutuskan memindahkan barang dagangan tersebut ke Jalur Gaza selatan sedikit demi sedikit, tempat ia dan keluarga mengungsi selama beberapa bulan terakhir.
Memindahkan barang tersebut dengan cara penyelundupan. “Ini adalah penyelundupan halal. Ini barang saya, dan kami hidup dalam kondisi yang sangat sulit di Khan Younis. Kami telah membuka kios kecil untuk bertahan hidup,” katanya, dikutip Aljazeera, Sabtu (13/7/2024).
Abu Hani berasal dari Beit Hanoun di Jalur Gaza utara. Ia mengungsi bersama keluarganya sejak hari pertama Israel membantai Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023.Mereka sekarang tinggal di sebuah sekolah pemerintah di Khan Younis setelah mengungsi dari Rafah akibat operasi militer Israel yang dimulai pada 6 Mei lalu.
Upaya yang Berat
Di dekat sekolah tersebut, di jalan utama yang hancur di pusat Khan Younis, Abu Hani mendirikan kios kecil untuk menjual produk kebersihan pribadi dan kosmetik. Ia bekerja sama dengan istri dan anak-anak perempuannya dari pagi hingga malam hari.
Sebelum pembantaian terjadi, keluarga ini memiliki toko di kawasan mewah Rimal di Kota Gaza, yang mengalami kerusakan parah. Namun, Abu Hani beruntung karena barang dagangannya selamat. Selama enam bulan mengungsi di sekolah UNRWA di Rafah, keluarga Abu Hani mengandalkan uang yang mereka miliki dan bantuan kemanusiaan untuk kebutuhan sehari-hari.
“Perang yang berkepanjangan hampir menghabiskan uang kami. Kami memutuskan untuk memanfaatkan apa yang tersisa dengan membuka usaha kecil,” ujar Abu Hani.
Abu Hani menolak menjelaskan cara penyelundupan untuk menjaga keamanan dari tentara Israel yang berpatroli di daerah “Netzarim” yang memisahkan Jalur Gaza. Perpindahan antara utara dan selatan Gaza sangat terbatas, biasanya hanya untuk organisasi internasional atau truk bantuan kemanusiaan yang telah mendapatkan izin Israel.
Meskipun banyak barang dagangan yang masih tersedia di utara Gaza, kelangkaan pangan dan larangan bantuan telah menyebabkan kelaparan di sana.
Melawan Isolasi dan Blokade
Setelah mencari panel surya untuk rumahnya yang rusak sebagian di Khan Younis, Abu Saed dijanjikan oleh kerabatnya bahwa ia akan membawa satu dari Kota Gaza. Selama sepuluh bulan terakhir, tidak ada listrik di Gaza akibat keputusan Israel untuk memutus aliran listrik, air, makanan, dan obat-obatan sejak awal perang.
Abu Saed tetap semangat meski rumahnya hancur dan banyak kerabat serta teman-temannya syahid. Ia berkata, “Apa pun yang mereka lakukan, kami akan terus hidup di tanah ini dan mencari cara untuk mengatasi blokade dan isolasi mereka.”
Abu Saed bekerja di pabrik jahit di Kota Gaza dan terputus dari pekerjaannya sejak perang dimulai. Seorang temannya baru-baru ini dikaruniai bayi dan tidak bisa menemukan susu formula di utara Gaza, sehingga Abu Saed berjanji untuk mengirimkan beberapa kaleng susu.
“Israel menggunakan berbagai cara untuk mencekik dan membunuh kami. Kami adalah bangsa yang hidup dan pantang menyerah. Kami pantas mendapatkan kehidupan yang lebih baik,” kata Abu Saed, yang kembali ke rumahnya di Khan Younis bersama keluarganya setelah mengungsi selama lima bulan di berbagai tempat penampungan sementara.