Spirit of Aqsa, Palestina– Teroris Israel tak bisa lagi mengelak. Hal itu karena telah terbongkar sebuah dokumen bukti genosida atau pembantaian etnis di Gaza Palestina.

Atas dosa besar bukti pembantaian etnis di Gaza itu, Amerika Serikat ikut bergelimang dosa, kok bisa?

Karena dari dokumen itu terbukti Angkatan Udara (AU) Amerika Serikat (AS) secara diam-diam memberikan informasi intelijen kepada Israel atas serangan membabibuta di Gaza.

Militer Amerika Serikat dengan jelas ikut mendikte dan mengarahkan titik-titik serangan di Gaza hingga membuat Gaza beserta penghuni dan bangunannya porak-poranda.

Ratusan ribu nyawa tak berdosa pun melayang, termasuk wanita dan anak-anak serta rakyat sipil yang notabene tak tahu apa-apa soal manuver Hamas yang dipersoalkan Israel . AU AS juga mengerahkan “agen intelijen di lapangan,” untuk mengarahkan pemboman yang dilakukan Israel dalam perang Gaza.

Hal itu diungkap The Intercept dalam laporannya, Kamis (11/1), mengutip informasi yang diperoleh berdasarkan Undang-Undang Kebebasan Informasi AS.

Informasi yang digunakan untuk melakukan serangan udara dan menembakkan senjata artileri jarak jauh – telah memainkan peran penting dalam pengepungan Israel di Gaza. Sebuah dokumen yang diperoleh melalui Freedom of Information Act menunjukkan bahwa Angkatan Udara AS mengirim perwira yang berspesialisasi intelijen ke Israel pada akhir November,” tulis outlet media tersebut.

Hanya beberapa hari setelah Operasi Banjir Al-Aqsa, Presiden AS Joe Biden mengumumkan bahwa pemerintahannya akan berbagi informasi intelijen dan mengerahkan para ahli dari seluruh AS.”(Tujuannya) untuk memberi advis dan saran kepada rekan-rekan Israel mengenai upaya pemulihan (pembebasan) sandera,” kata Biden saat itu.

Namun pada 21 November, Angkatan Udara AS mengeluarkan pedoman penempatan perwira yang dikirim ke Israel, yang menurut The Intercept akan digunakan “untuk memberikan infromasi intelijen dari satelit kepada Israel untuk tujuan penargetan ofensif.”

AS Terlibat Genosida

Lawrence Cline, mantan perwira intelijen AS di Irak, mengatakan kepada outlet tersebut bahwa mereka yang dikirim adalah “petugas penargetan.”

Dokumen yang dikutip oleh The Intercept tersebut menyatakan memberikan instruksi khusus kepada perwira Angkatan Udara AS – beberapa di antaranya berspesialisasi dalam memberikan informasi intelijen sensitif kepada tentara Israel.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan AS terlibat dalam kejahatan perang Israel dengan memberikan bantuan militer dan memberikan informasi intelijen untuk membantu negara pendudukan tersebut menargetkan warga Palestina di Gaza.

Secara umum, para pejabat AS yang memberikan dukungan kepada negara lain selama konflik bersenjata ingin memastikan bahwa mereka tidak (mau ketahuan) membantu dan bersekongkol dalam kejahatan perang,” kata Brian Finucane dari LSM Crisis Group.

Pada pertengahan November, sebuah kelompok hak asasi manusia yang berbasis di New York mengajukan gugatan terhadap pemerintahan Biden karena “kegagalan mencegah dan terlibat dalam genosida yang dilakukan pemerintah Israel” di Gaza.

Meskipun demikian, walau secara terbuka mendesak Israel untuk melindungi warga sipil, Washington terus mendorong upaya Israel melanjutkan perang brutal.Pada awal Desember, Washington telah memberi Tel Aviv sekitar 15.000 bom dan 57.000 peluru artileri.

Ini termasuk 100 BLU-109, bom penghancur bunker seberat 2.000 pon yang telah menewaskan banyak warga Palestina di Jalur Gaza.Dan inilah sederet ‘argumen ngeles’ Israel dalam sidang gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda.

ICJ mendengarkan argumen Israel terhadap gugatan Afrika Selatan (Afsel) pada Jumat (12/1). Di hari pertama sidang genosida ICJ, Kamis (11/1), Afsel meminta agar pengadilan mengeluarkan perintah darurat untuk menghentikan pemboman, baik lewat udara dan invasi darat di wilayah tersebut.

Afrika Selatan mengeklaim, Israel telah melanggar Konvensi Genosida 1948 dalam perangnya melawan kelompok militan Hamas Palestina di Gaza.

Hampir 24.000 orang telah terbunuh di daerah kantong tersebut sejak 7 Oktober, hampir 10.000 di antaranya adalah anak-anak. Ribuan orang lainnya hilang di bawah reruntuhan dan diperkirakan syahid.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here