Spirit of Aqsa, Palestina- Umat Kristen Palestina, yang berada di tanah Palestina sejak lebih dari 2.000 tahun, tidak hanya menghadapi pembantaian di Jalur Gaza tapi juga menjadi sasaran pelecehan dan serangan dari warga radikal Israel.
Dalam beberapa tahun belakangan, telah terjadi peningkatan serangan oleh warga radikal Israel terhadap umat Kristen, tokoh agama, dan situs suci di Al-Quds Timur.
Para pemimpin umat Kristen dan gereja-gereja di Kota Tua Al-Quds menyebut otoritas Israel menutup mata atas serangan-serangan oleh warga radikal Israel di situs-situs suci, pendeta dan umum.
Dalam pidato pada April, Kardinal Pierbattista Pizzaballa, perwakilan Vatikan di Al-Quds mengatakan, “Umat Kristen sedang mengalami peningkatan serangan. Pemerintah Netanyahu telah menguatkan mereka yang melecehkan pendeta dan menyerang properti keagamaan.”
Umat Kristen Palestina, terutama pada malam Natal, telah menjadi sasaran berbagai serangan yang dicap sebagai “kejahatan kebencian” dan “terorisme.”
Pasukan Israel yang telah menghancurkan infrastruktur di Gaza dan menargetkan dua gereja dan masjid, serta telah menewaskan banyak umat Kristen dan juga melakukan serangan psikologis dan fisik kepada mereka.
Disebut sebagai Yahudi fanatik dan mendapat dukungan dari tokoh sayap kanan di pemerintahan Israel, kelompok ekstremis Yahudi kadang-kadang menyerang gereja-gereja di wilayah pendudukan Palestina. Ketidakmampuan polisi mencegah serangan-serangan ini juga menuai kritik.
Menurut laporan yang dipublikasikan pada 2021 oleh harian Israel Haaretz, polisi Israel menutup sembilan dari sepuluh penyelidikan menjadi kasus kejahatan kebencian terhadap masjid-masjid dan gereja-gereja antara 2018 hingga 2020, dengan alasan tidak dapat mengidentifikasi pelaku.
Serangan-serangan terhadap umat Kristen terutama dengan meludah yang bermaksud menghina serta kekerasan fisik. Meskipun sebagian orang Yahudi menganggapnya sebagai “tradisi Yahudi kuno yang membawa berkah”, sebagian lainnya menyebutnya sebagai “tindakan yang tidak ada hubungannya dengan hukum Yahudi.
Mereka yang mengalami serangan biasanya enggan mengkonfrontasi para Yahudi fanatik tersebut yang biasanya berkeliaran berkelompok dan melakukan serangan yang bertujuan menghina dan mempermalukan orang-orang dan yang melawan akan menghadapi kekerasan fisik atau terkena serangan gas air mata.
Umat Kristen di Tepi Barat, terutama di Bethlehem, yang dianggap tempat lahirnya Yesus, menahan diri untuk merayakan Natal tahun ini karena serangan Israel yang berlangsung di Jalur Gaza.
Sejarah kota Bethlehem di Tepi Barat tidak menghiasi jalanannya untuk kemeriahan Natal seperti pada tahun sebelumnya.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap masyarakat Gaza, patung-patung kecil bayi Yesus ditempatkan di tengah puing-puing dan kawat berduri, melambangkan reruntuhan, di gereja-gereja di seluruh Palestina, termasuk Gereja Kelahiran yang dibangun pada abad keempat di tempat yang diyakini sebagai tempat kelahiran Yesus.
Sumber: Anadolu