Spirit of Aqsa, Palestina- Seorang gadis kecil menangis kesakitan dan berteriak, “Mama, Mama,” sementara perawat menjahit luka di kepalanya tanpa menggunakan obat bius. Obat bius karena tidak lagi tersedia di Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza.

Beginilah cara kantor berita Reuters memulai laporan yang disiarkan hari ini tentang beberapa penderitaan yang diderita oleh rumah sakit di Jalur Gaza. Adegan anak ini adalah salah satu adegan menyakitkan yang diungkapkan oleh perawat Abu Imad Hassanein ketika menghadapi ribuan korban luka Gaza.

“Kami sering memberikan kain kasa steril kepada anak yang terluka untuk digigitnya guna menghilangkan rasa sakit yang ia rasakan, dan kami tahu bahwa rasa sakit yang ia rasakan lebih tinggi dari yang ia bayangkan atau lebih tinggi dari usianya di usia muda ini,” katanya, dikutip Al Jazeera dari Reuters, Jumat (10/11).

Saat tiba di Rumah Sakit Al-Shifa untuk mengganti perban dan mendisinfeksi luka di punggung, Nimr Abu Thaer, seorang pria paruh baya, tidak bisa mendapat obat penghilang rasa sakit apa pun saat luka itu pertama kali dijahit.

“Saya terus membaca Al-Qur’an hingga mereka menyelesaikan proses menjahitnya.”

Tidak Ada Pilihan

Direktur Rumah Sakit Al-Shifa, Muhammad Abu Salmiya menjelaskan, gelombang korban luka membuat pekerja medis tidak memiliki pilihan selain memberikan operasi darurat tanpa menggunakan obat penghilang rasa sakit.

Dia mencontohkan apa yang terjadi sesaat setelah ledakan yang terjadi di Rumah Sakit Baptist pada 17 Oktober. Sekitar 250 orang terluka tiba di Rumah Sakit Al-Shifa yang hanya memiliki 12 ruang operasi.

“Jika kita menunggu sampai jumlah korban luka sebanyak ini berakhir satu per satu, kita akan kehilangan banyak korban luka.”

“Kami harus bekerja di lapangan tanpa anestesi apa pun, atau dengan anestesi yang sangat sederhana atau obat penghilang rasa sakit yang sangat lemah, sehingga kami dapat menyelamatkan nyawa orang yang terluka.”

Abu Salmiya melanjutkan, tanpa memerinci, operasi yang dilakukan petugas medis RS Al-Shifa dalam keadaan seperti itu antara lain mengamputasi anggota badan dan jari, menjahit luka, dan mengobati luka bakar berat.

Sakit atau Mati

Direktur Rumah Sakit Al-Shifa menambahkan bahwa hal ini menyakitkan bagi para staf medis dan tidak sederhana. Namun, mereka terpaksa melakukan hal itu lantaran tak pilihan lain. Pilihannya, sakit atau mati.

Di Rumah Sakit Nasser di Khan Yunis, selatan Jalur Gaza, direktur rumah sakit, Dokter Muhammad Zaqout, mengatakan, ada masa di awal perang ketika persediaan anestesi habis total hingga truk bantuan diizinkan masuk.

“Beberapa operasi dilakukan, termasuk operasi caesar pada wanita, tanpa anestesi sama sekali. Itu adalah hal yang sangat menyakitkan. Kemudian kami harus mengobati luka bakar tersebut tanpa anestesi dan tanpa obat pereda nyeri karena tidak tersedia.”

Ia menjelaskan, tim medis berupaya semaksimal mungkin untuk meredakan nyeri pasien dengan obat lain yang efeknya lebih lemah, namun hal tersebut belum cukup. “Ini bukanlah solusi ideal bagi pasien yang berada di ruang operasi. Kami ingin melakukan operasi padanya dengan anestesi penuh.”

Sumber: Al Jazeera, Reuters

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here