Spirit of Aqsa, Palestina- Sebelum Taufan Al-Aqsa meletus pada Sabtu (710), politik zionis Israel sedang memanas. “Warga israel” berbulan-bulan menggelar aksi unjuk rasa menolak usulan perombakan istem peradilan yang diajukan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Tak hanya dari kalangan warga, sejumlah anggota militer juga ikut menolak rancangan beleid yang memungkin parlemen menganulir putusan mahkamah agung. Hingga hari ketujuh Taufan Al-Aqsa, suara-suara yang hendak menggulingkan Netanyahu makin terdengar. Bahkan, surat kabar dan media daring Israel ramai-ramai memberitakan suara-suara masyarakat yang menghendaki Netanyu mundur.
Ketika suara-suara yang menyerukan pengunduran diri Netanyahu semakin keras, analis urusan partai untuk surat kabar “Haaretz”, Yossi Verter, melangkah lebih jauh dengan menuduh pemerintah sayap kanan yang dipimpin oleh Netanyahu memperdalam keretakan dalam masyarakat Israel dan memicu perpecahan, yakni “perang saudara.”
Dia mengatakan, pemerintahan Netanyahu meninggalkan “warga Israel” di “sampul Gaza” dan wilayah selatan harus menghadapi nasib mereka sendirian. Werther menjelaskan, Israel sekarang sedang mengalami semacam kekacauan, yang mungkin meningkatkan harapan akan kepergian Netanyahu.
Dia menambahkan, setelah perang berakhir, Netanyahu berniat untuk memperjuangkan karir politiknya, dengan menabur perselisihan, perpecahan dan kebencian dalam masyarakat Israel. netayahu akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk meminta pertanggungjawaban tentara dan badan keamanan atas kegagalan melawan operasi Taufan Al-Aqsa.
Editor urusan politik surat kabar “Yedioth Ahronoth”, Nahum Barnea, menulis dengan judul “Penghancuran Rumah”: “Kami berduka dan berduka atas tewasnya warga Israel, namun kerugian belum berakhir. Penduduk dari kedoknya telah hilang dan hilang dari Negara Israel, dan hilang bagi seluruh warga Israel karena kebijakan Netanyahu.” “.
Sementara itu, Jay Rolnick, editor urusan ekonomi di surat kabar The Marker, menulis di bawah judul “Netanyahu…pulanglah,” menyerukan agar dia mundur dan menuduh Netanyahu menyebabkan memburuknya situasi keamanan dan membawa Israel ke dalam konflik, titik terendah dekadensi yang belum pernah terjadi sejak Nakba 1948.
Sumber: Al Jazeera