Di halaman sempit Rumah Sakit Syuhada al-Aqsa, Kota Deir al-Balah, tubuh-tubuh luka terbaring di atas kasur usang dalam tenda rapuh yang nyaris roboh.Di

antara mereka, Saber Mushtaha (26) (pemuda yang kehilangan kedua kakinya akibat serangan udara Israel) merintih ditemani luka, duka, dan kehilangan anak perempuannya yang baru berusia lima tahun.

RS Syuhada al-Aqsa adalah satu-satunya rumah sakit pemerintah di Gaza bagian tengah. Namun dengan tingkat keterisian mencapai 400%, bangunan kecil itu telah menyerah. Koridor, halaman, hingga dinding luarnya dijejali tenda-tenda darurat untuk menampung gelombang pasien baru setiap hari.

Kondisi di dalamnya lebih menyerupai neraka pengungsian ketimbang rumah sakit: air limbah merembes ke bawah ranjang pasien, stok obat dasar habis, bahkan perban dan obat penghilang rasa sakit hanya bisa dibeli mahal di luar.

Nabil Abu Jabr (20), ditembak peluru peledak tiga bulan lalu saat antre bantuan, kini lumpuh di atas kasur panas yang penuh serangga. Ia satu-satunya putra dalam keluarga berisi 11 saudara perempuan, kini tak lagi bisa berjalan, apalagi membantu orang tuanya.

Di tenda lain, Kamel Hajjaj (70) berbaring setelah patah tulang panggul akibat jatuh saat berlari dari serangan udara. Keluarga besarnya yang berjumlah 25 orang terpaksa menggotongnya dengan tangan kosong menembus jalan-jalan pengungsian.

“Ini bukan kehidupan,” kata istrinya, Fatimah, yang juga sakit kronis namun tetap setia mendampinginya.

Sementara itu, para tenaga medis pun nyaris rubuh. Raneen Afaneh (26), perawat muda yang kehilangan saudaranya di perang, kini merawat lebih dari 300 pasien hanya bersama 9 perawat lain.

“Kami bekerja tanpa henti, hati kami hancur mendengar jeritan pasien, tapi kami bahkan tak punya obat sederhana untuk mengurangi sakit mereka,” ujarnya.

Juru bicara rumah sakit, Dr. Khalil al-Daqran, menggambarkan situasi sebagai “katastrofik”. Rumah sakit melayani 700 ribu warga dan pengungsi, namun kini berdiri di tepi kehancuran: minim obat, peralatan, dan tenaga medis.

“Kami terpaksa membuka tenda-tenda, tapi itu bukan solusi, hanya pilihan darurat,” tegasnya.

Sejak awal perang, 38 rumah sakit hancur, 96 pusat kesehatan lumpuh, dan 197 ambulans dihancurkan. Data resmi menyebut lebih dari 1.670 tenaga medis dibunuh Israel, 3.500 lainnya luka, dan ratusan ditangkap. RS Syuhada al-Aqsa sendiri telah diserang 14 kali, sebagian unitnya kini tak berfungsi.

Setiap hari, Gaza menjerit di ambang maut, pasien, dokter, dan keluarga mereka hidup di antara tenda darurat, tanpa obat, tanpa perlindungan. “Apa bedanya kami dengan orang mati?” keluh seorang pengungsi. “Kami menghadapi kematian seratus kali sehari.”

Sumber: Laporan Jurnalis Gaza, Raed Musa

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here