Pakar militer Kolonel Hatim Al-Falahi mengungkapkan bahwa Israel tampaknya berencana meningkatkan tekanan militer di Jalur Gaza untuk menghindari pemberian konsesi dalam negosiasi, terutama setelah mendapat suntikan dukungan besar-besaran dari Amerika Serikat.
Mengutip laporan ABC News pada Rabu (30/7), sumber-sumber terpercaya menyebut bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang kini berstatus buronan Mahkamah Pidana Internasional, mempertimbangkan mencaplok wilayah di Gaza jika Hamas menolak proposal gencatan senjata.
Sementara itu, Reuters dan AFP menerbitkan foto-foto terkini yang memperlihatkan konsentrasi besar kendaraan militer Israel, termasuk tank, pengangkut personel, dan alat dukungan logistik. Lokasi pasti dari pasukan ini belum diungkapkan, tetapi gambar tersebut menjadi sinyal kuat arah pergerakan pasukan ke wilayah-wilayah baru.
Menurut analisis Al-Falahi, penampakan kekuatan ini menunjukkan niat Israel untuk memperluas eskalasi militer, guna menghindari tekanan diplomatik dan kegagalan dalam negosiasi tukar tawanan. Ia menilai, operasi militer baru-baru ini di Deir al-Balah adalah semacam “uji coba” untuk mengukur kekuatan perlawanan di zona yang belum disentuh sebelumnya.
Israel Ingin Mengurung Perlawanan
Menurut Al-Falahi, Israel diduga akan memaksa pengungsian massal warga Palestina ke wilayah selatan, agar perlawanan bisa dikurung dalam segitiga antara Gaza City di utara hingga Khan Younis di selatan. Ini akan memudahkan upaya pendudukan penuh wilayah tersebut.
Langkah ini, lanjutnya, merupakan respons Israel atas tekanan internasional yang meningkat, termasuk dari Presiden AS Donald Trump yang mendesak penyelesaian cepat. “Trump ingin Israel menuntaskan operasi militer ini secepat mungkin,” katanya.
Israel disebut berambisi menguasai sepenuhnya poros-poros strategis yang mereka buka selama beberapa bulan terakhir di Gaza. Namun, Al-Falahi memperingatkan bahwa setiap masuk ke wilayah baru, terutama kawasan tengah Gaza, akan memakan biaya mahal. “Itu wilayah yang belum pernah dimasuki sebelumnya, dan kekuatan perlawanan masih solid di sana,” jelasnya. Israel harus siap menghadapi perlawanan sengit dalam bentuk perang gerilya.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel, Yisrael Katz, menegaskan bahwa pasukan Israel harus tetap hadir di Gaza dan sekitarnya, dengan sistem keamanan mirip seperti di Tepi Barat. “Kita harus memegang kendali penuh atas keamanan Gaza,” ujarnya.
Namun, Al-Falahi meragukan bahwa Gaza bisa “dijinakkan” seperti Tepi Barat. Sebab untuk bisa mencapai model seperti itu, Israel harus menguasai sepenuhnya medan tempur dan menghancurkan seluruh kekuatan perlawanan, sesuatu yang membutuhkan waktu, sumber daya, dan pengorbanan besar.
Meski demikian, dengan tambahan persenjataan berat, kendaraan lapis baja, serta bom dan teknologi militer terbaru dari Amerika Serikat, Israel diprediksi akan tetap mencoba menembus zona-zona baru di Gaza. Tetapi Al-Falahi menekankan: “Itu bukan jalan mulus. Israel akan membayar mahal dengan darah dan kehancuran.”