Spirit of Aqsa, Palestina – Penjajah Israel memperbaharui deportasi penjaga setia Masjid Al-Aqsa, Hanadi Halawani, selama enam bulan pada Rabu malam (19/6). Ini menjadi sebuah ironi, bagaimana mungkin seorang putri al-Quds tidak bisa memasuki tempat yang menjadi haknya sebagai umat Islam?

Dilansir dari Aqsa Institute, Hanady dikenal sebagai murabithah atau salah satu penjaga Masjid al-Aqsha. Meski berdomisili tak jauh dari kawasan Masjid al-Aqsha, dia tidak bisa mengakses jalan tersebut karena aturan sewenang-wenang yang diberlakukan Israel.

Rasa cinta Hanady terhadap Masjid al-Aqsha didasari dorongan spiritual. Dia pun yakin perlawanan dalam menjaga Masjid al-Aqsha adalah sebuah tindakan melawan pelanggaran yang dilakukan Israel terhadap umat Islam. Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dipertontonkan itu, kata dia, telah menyentuh garis merah.

Bagi Hanadi Halawani, Masjid Al-Aqsa adalah kesucian, kehormatan, dan benteng sakral yang perlu dijaga. Tak terhitung kiranya ribuan syuhada yang gugur dalam memperjuangkan kebebasan masjid yang pernah dibebaskan Umar bin Khattab tersebut.

Hanadi Halawani memaknai Masjid Al-Aqsa demikian. Dunia internasional sudah lumrah mengetahui bahwa akses umat Islam terhadap masjid sangat sulit akibat pendudukan penjajah Israel. Meski demikian, Hanadi tak putus semangat ikut berjuang. Hanadi mendedikasikan diri sebagai salah satu penjaga setia Masjid Al-Aqsa.

Maka itu, keputusan penjajah Israel memperbaharui deportasi Hanadi sangat ironi. Keputusan deportasi datang hanya beberapa jam setelah dia kembali ke Masjid Al-Aqsa, menyusul deportasi yang berlangsung lebih dari 6 bulan.

Pasukan penjajah Israel menahan Hanadi Halawani di pintu Hatta, Al-Quds. Tentara Israel tak memberikan dia waktu untuk mengikuti ujian yang telah dia persiapkan, meskipun kartu identitasnya sudah ditahan.

https://www.instagram.com/p/CQNnR-XnmNg/?utm_medium=copy_link

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here