Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadapi gelombang kemarahan di Knesset (parlemen Israel) saat memaparkan rencananya untuk fase berikutnya di Jalur Gaza.
Sidang yang digelar pada Senin itu (10/11) berubah menjadi ricuh ketika sejumlah anggota parlemen menuduh Netanyahu bertanggung jawab atas kegagalan militer Israel pada operasi 7 Oktober 2023, dan memprotes penolakannya membentuk komisi penyelidikan resmi.
Beberapa anggota oposisi akhirnya dikeluarkan dari ruang sidang setelah meneriakkan kecaman. Di luar, keluarga tentara Israel yang tewas memprotes dengan membelakangi Netanyahu, simbol kekecewaan terhadap kepemimpinannya.
Netanyahu, yang kini menjadi tersangka di Mahkamah Pidana Internasional atas dugaan kejahatan perang, bersikeras bahwa Gaza “akan menjadi wilayah bebas senjata,” dan bahwa pelucutan senjata Hamas akan tercapai “dengan cara mudah atau cara sulit.”
Ia juga mengklaim masih ada “empat jenazah sandera Israel” di Gaza, sembari menegaskan tekad untuk “menegakkan kesepakatan gencatan senjata dengan musuh secara tegas,” seraya menambahkan bahwa “pertempuran membela Israel belum berakhir.”
Upaya Meredam Kritik
Di tengah tekanan publik dan politik, Netanyahu berusaha memulihkan citranya dengan menyinggung adanya “sejumlah negara yang kini lebih dekat dengan Israel dibanding sebelumnya,” dan berjanji bahwa “nama negara-negara itu akan diumumkan dalam waktu dekat.” Namun, klaim tersebut tidak banyak mengurangi kemarahan oposisi.
Ketika oposisi mengusulkan pembentukan komisi penyelidikan independen untuk menelusuri kegagalan pada 7 Oktober, Netanyahu menolaknya. Ia menyatakan akan membentuk “komisi penyelidikan yang mewakili mayoritas rakyat Israel,” dan mengajak meniru cara Amerika Serikat menangani tragedi 11 September.
Pernyataan itu segera disambut ejekan di ruang sidang. Ketua oposisi, Yair Lapid, menuding Netanyahu berusaha menghindari kebenaran.
“Engkau melakukan segala cara agar tidak ada penyelidikan resmi, karena penyelidikan itu akan menemukan kenyataan: engkau bersalah,” kata Lapid di hadapan parlemen.
Krisis Kepercayaan yang Terus Mendalam
Kehadiran Netanyahu di Knesset berlangsung setelah ia bertemu dengan dua utusan Amerika Serikat, Jared Kushner dan Steve Witkoff, untuk membahas tahap kedua gencatan senjata di Gaza. Namun, pertemuan diplomatik itu tak mampu menutupi kenyataan bahwa krisis kepercayaan terhadap Netanyahu semakin mendalam, baik di dalam negeri maupun di mata dunia.
Sidang di Knesset hari itu menjadi cerminan dari keterpurukan politik Israel sendiri: seorang pemimpin yang mencoba mempertahankan kekuasaan di tengah badai kritik, perang yang belum berakhir, dan tuntutan keadilan yang kian menggema dari Gaza hingga Den Haag.
Sumber: Al Jazeera, Media Israel










