Meski gencatan senjata telah diumumkan, warga Palestina di Gaza mengaku belum merasakan perubahan berarti dalam kehidupan mereka. Abeer Barakat, dosen bahasa Inggris di University College of Gaza, mengatakan penduduk masih menjalani hari-hari yang sulit hanya untuk mencari suplai dasar, terutama air bersih.
Berbicara dalam webinar yang digelar Institute for Middle East Understanding (IMEU) di AS, Barakat mengungkap rasa cemas yang masih membayangi banyak keluarga di Gaza.
“Banyak orang masih takut akan kembali terusir,” kata Barakat yang baru kembali ke Kota Gaza bersama keluarganya.
Ia mengaku banyak warga tidak percaya pada Donald Trump maupun Benjamin Netanyahu, meski ada kesepakatan gencatan senjata.
“Orang-orang di sini tidak mempercayai Trump atau Netanyahu, meskipun sebagian mencoba meyakinkan diri bahwa gencatan senjata kali ini berbeda karena banyak negara yang mendukungnya,” ujarnya.
Barakat menunda kepulangannya karena tak yakin Israel akan mematuhi gencatan senjata.“Saya seharusnya langsung kembali ke Gaza begitu mendengar gencatan senjata, tapi seperti banyak warga lainnya, saya memilih menunggu sampai fase pertama gencatan selesai,” kata dia.
Namun rasa aman belum muncul.
“Kami masih takut. Seperti banyak keluarga lain, kami menyimpan sebagian barang kami di selatan, di tempat yang dianggap lebih aman. Kami khawatir Netanyahu akan mencari alasan untuk melanggar gencatan senjata, dan Trump akan mendukungnya,” tutup Barakat.
“Saya seharusnya langsung kembali ke Gaza begitu mendengar gencatan senjata, tapi seperti banyak warga lainnya, saya memilih menunggu sampai fase pertama gencatan selesai,” kata dia.
Namun rasa aman belum muncul.
“Kami masih takut. Seperti banyak keluarga lain, kami menyimpan sebagian barang kami di selatan, di tempat yang dianggap lebih aman. Kami khawatir Netanyahu akan mencari alasan untuk melanggar gencatan senjata, dan Trump akan mendukungnya,” tutup Barakat.