Dua pakar hukum internasional dan HAM merekomendasikan serangkaian langkah cepat dan krusial bagi para mantan sandera Palestina yang dibebaskan dalam kesepakatan pertukaran tahanan “Thufan al-Ahrar”, jika mereka berencana menuntut Israel atas kejahatan penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi selama disandera.
Para eks sandera yang dibebaskan awal pekan ini terlihat dalam kondisi memprihatinkan: tubuh kurus, luka fisik, gangguan mobilitas, hingga trauma mental. Kondisi tersebut memperkuat kesaksian tentang penyiksaan sistematis, kelaparan, perampasan perawatan medis, dan penghinaan yang dilakukan di penjara-penjara Israel.
Menurut data pertukaran tahanan terbaru, ini adalah kesepakatan ketiga sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023. Sebanyak 1.968 sandera Palestina dibebaskan, termasuk 250 yang sebelumnya divonis seumur hidup atau hukuman tinggi, serta 1.718 warga Gaza, setelah Brigade Al-Qassam membebaskan 20 tawanan Israel dalam keadaan hidup.
“Kejahatan Berlapis” Israel di Penjara
Shawan Jabarin, Direktur organisasi HAM Al-Haq, mengatakan apa yang dialami para tahanan “bukan pelanggaran biasa, tetapi kejahatan internasional.” Ia menjelaskan:
“Para tahanan mengalami penyiksaan, kelaparan, penolakan perawatan medis, pelarangan mandi, minim sanitasi, penyiksaan fisik dan psikologis, ini masuk kategori kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Bahkan merupakan bagian dari kejahatan genosida.”
Jabarin menegaskan pentingnya dokumentasi medis dan hukum yang sangat teliti sebagai dasar untuk menggugat Israel di pengadilan internasional. Ia merekomendasikan:
- Setiap eks sandera segera melakukan pemeriksaan medis profesional,
- Mengambil rekam medis resmi sesuai standar internasional,
- Merekam kesaksian dalam bentuk tertulis dan video,
- Mengumpulkan bukti penyiksaan bersama lembaga hukum dan organisasi HAM.
Dokumentasi Adalah Langkah Pertama Menuju Pengadilan

Yasser al-Umouri, pakar hukum internasional dari Universitas Birzeit, menambahkan bahwa dokumen kesehatan yang valid secara hukum adalah fondasi utama menuju proses litigasi.
Ia menyarankan agar para eks tahanan:
- Segera mencatat kondisi fisik dan psikis sebelum jejak penyiksaan hilang,
- Mengumpulkan laporan medis bersumpah,
- Mengosongkan ruang untuk pelaporan kolektif melalui organisasi HAM,
- Mengajukan gugatan ke Dewan HAM PBB di Jenewa atau Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Al-Umouri mengingatkan, kejahatan penyiksaan tidak memiliki batas kedaluwarsa menurut hukum internasional. Israel dapat dituntut kapan saja, termasuk melalui prinsip yurisdiksi universal, seperti kasus mantan Menlu Israel Tzipi Livni yang hampir ditangkap di London atas dugaan kejahatan perang di Gaza (2008–2009).
Menuju Jalur Hukum Internasional
Gugatan terhadap pejabat militer dan politik Israel, termasuk Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, kini sudah berada dalam radar Mahkamah Pidana Internasional. Sejumlah dokumen bukti tentang penyiksaan tahanan juga telah diserahkan ke ICC oleh tim hukum Palestina.
Upaya ini dipandang sebagai langkah hukum sistematis untuk mengakhiri impunitas Israel, sekaligus membuka ruang akuntabilitas internasional terhadap pelaku penyiksaan dan kejahatan perang.