Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyerukan kepada Israel agar segera menghentikan serangan di Jalur Gaza, setelah Hamas menyatakan kesediaannya membebaskan para tawanan Israel dan menerima sebagian poin utama dalam rencana perdamaian yang diusulkan Washington. Langkah ini menandai perkembangan baru yang bisa menjadi sinyal bahwa perang dua tahun terakhir mulai mendekati ujungnya.

Israel mengonfirmasi akan memulai “implementasi segera” tahap pertama dari rencana tersebut, yang telah disetujui Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam kunjungannya ke Washington pekan lalu.

Namun jalan menuju ketenangan masih panjang dan berliku. Belum ada jadwal pasti untuk melaksanakan keseluruhan rencana, sementara kerusakan masif di Gaza menciptakan tantangan logistik besar. Selain itu, isu-isu krusial seperti pelucutan senjata Hamas dan penarikan penuh pasukan Israel masih menggantung tanpa kepastian.

Catatan sejarah juga tak memberi banyak harapan. Gencatan senjata sebelumnya kerap runtuh hanya dalam hitungan minggu, ketika Israel kembali melancarkan serangan setelah jeda singkat.

Isyarat Mereda, Tapi Damai Masih Rapuh

Meski dentuman bom masih terdengar, skala pertempuran di Gaza mulai menurun. Warga melaporkan serangan udara besar-besaran pada Jumat malam, namun dalam dua hari berikutnya, suara ledakan kian jarang terdengar.

Trump, dalam pernyataan yang menuai perhatian dunia, menegaskan tekadnya menjalankan rencana 20 poin yang ia klaim sebagai “jalan menuju perdamaian abadi di Timur Tengah.” Namun, pengalaman masa lalu membuat banyak pihak berhati-hati: jeda perang bukan jaminan perdamaian.

Tantangan di Meja Perundingan

Sikap Hamas masih menggantung pada beberapa poin kunci, terutama soal pelucutan senjata, yang sejak awal menjadi tuntutan utama Israel dan Washington.

Netanyahu sendiri menerima rencana itu meski di dalamnya tersirat kemungkinan menuju negara Palestina di masa depan, sesuatu yang selama ini selalu ia tolak.

Beberapa hal lain masih belum disepakati: kapan pasukan Israel akan ditarik, dan siapa yang akan mengelola Gaza setelah perang berakhir.

“Trump berhasil menyatukan para pihak dalam satu meja, tapi ini baru permulaan, bukan akhir,” kata Oren Seter, peneliti di Pusat Belfer Universitas Harvard.

Isi Rencana Trump dan Sikap Hamas

Rencana Trump tidak menyertakan jadwal waktu yang jelas, tetapi menyerukan penghentian perang segera setelah kedua pihak menyatakan setuju.
Hamas belum menyetujui seluruh poin, namun menyatakan kesiapan “memulai negosiasi melalui mediator untuk membahas detail pelaksanaan.”

Salah satu pasal kunci menuntut pembebasan seluruh tawanan Israel (hidup maupun tewas) dalam waktu 72 jam setelah Israel menyetujui rencana itu. Namun kondisi lapangan yang masih berbahaya bisa memperlambat proses, terutama dalam evakuasi jenazah dari reruntuhan Gaza.

Menurut data Israel, 48 tawanan masih berada di Gaza, dengan 20 di antaranya diyakini masih hidup.

Perhitungan Politik di Balik Langkah Kedua Pihak

Baik Israel maupun Hamas berupaya tampil sebagai pihak yang responsif terhadap inisiatif Amerika, namun kepentingan politik domestik membayangi setiap langkah.

Bagi Netanyahu, kesediaan menyetujui rencana itu bisa menjadi cara untuk menjaga dukungan Trump sekaligus menenangkan tekanan dari sekutu koalisi sayap kanannya.

Sementara Hamas tampak memilih strategi “ya, tapi dengan syarat.” Mereka setuju membebaskan tawanan, namun meninggalkan isu-isu sensitif terbuka, langkah yang cerdas untuk mengalihkan tekanan ke Israel dan mediator seperti Qatar serta Mesir.

“Hamas bermain cerdas,” ujar Amjad Iraqi dari International Crisis Group. “Mereka memberi respons fleksibel tanpa mengorbankan prinsip, dan kini bola berada di tangan Netanyahu serta para mediator Arab.”

Peta Respons Hamas terhadap Rencana Trump

Pembebasan tawanan: Hamas menyetujui pembebasan semua tawanan Israel berdasarkan mekanisme pertukaran, tetapi pelaksanaannya akan mengikuti “kondisi di lapangan.”

Penarikan pasukan Israel: Hamas menuntut penarikan penuh, sementara rencana Trump mengatur proses bertahap.

Pemerintahan Gaza: Hamas membuka peluang pembentukan otoritas Palestina independen dengan dukungan Arab dan Islam. Namun, versi Trump mengusulkan “Dewan Perdamaian Internasional” yang diketuai langsung oleh Trump bersama sejumlah tokoh global.

Masa depan Hamas: Gerakan ini menegaskan dirinya bagian dari “kerangka nasional Palestina yang menyatu”, tanpa menyinggung isu pelucutan senjata.

Apakah Ini Titik Balik Sejarah?

Untuk pertama kalinya dalam dua tahun perang, muncul celah diplomatik yang diakui kedua pihak. Namun jalan menuju akhir penderitaan Gaza masih panjang, penuh perhitungan politik dan janji yang mudah rapuh.

Apakah ini awal dari perdamaian, atau sekadar jeda sebelum babak berikutnya dimulai, sejarah akan menjawabnya nanti.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here