Pejabat keamanan Israel pada Sabtu memperkirakan, operasi militer untuk menduduki sepenuhnya Kota Gaza (rumah bagi lebih dari sejuta penduduk Palestina) bisa memakan waktu berbulan-bulan.

Operasi ini bukan sekadar “militerisasi”, melainkan bagian dari perang genosida yang Israel jalankan di Gaza dengan sokongan penuh Amerika Serikat.

Sejak 3 September, Israel meluncurkan operasi darat yang dinamai Arba’at Gid’on 2 dengan target merebut seluruh Kota Gaza di bagian utara. Namun langkah ini justru memicu kritik dan protes dari dalam negeri Israel sendiri, terutama karena risiko terhadap nyawa para tawanan maupun tentaranya yang masih berada di dalam wilayah Gaza.

Laporan dari kantor media Palestina menunjukkan, sejak 11 Agustus hingga kini, Israel telah meratakan 1.600 menara dan gedung hunian secara total, merusak parah hampir 2.000 gedung lainnya, serta menghancurkan lebih dari 13.000 tenda. Akibatnya, lebih dari 100 ribu warga Palestina kehilangan rumah dan tempat tinggal.

Media penyiaran Israel melaporkan, estimasi soal lamanya operasi ini telah dipaparkan kepada para menteri dalam rapat kabinet keamanan. Di saat bersamaan, negosiasi pertukaran tawanan dengan Hamas benar-benar mandek.

Ketegangan makin memuncak setelah Israel melancarkan serangan udara ke Doha pada Selasa lalu. Targetnya adalah pimpinan Hamas yang sedang berada di sana. Qatar mengecam keras serangan tersebut sebagai bentuk terorisme negara dan menegaskan haknya untuk merespons.

Hamas mengumumkan, delegasi negosiasinya yang dipimpin Khalil al-Hayya selamat dari upaya pembunuhan itu. Namun, serangan menewaskan kepala kantornya Jihad Lubad, putranya Humam al-Hayya, serta tiga pengawalnya.

Ironisnya, Qatar diserang justru ketika negara itu sedang berperan sebagai mediator bersama Mesir dan Amerika Serikat dalam upaya kesepakatan pertukaran tawanan dan gencatan senjata di Gaza.

Serangan ke Qatar ini memperlihatkan pola Israel yang kian meluas secara regional: sebelumnya menyerang Iran pada Juni lalu, terus membombardir Gaza hampir dua tahun, menambah daftar agresi di Tepi Barat, Lebanon, Suriah, hingga Yaman.

Israel kian mempertontonkan bahwa pendudukan bukan lagi sekadar urusan Gaza, tetapi ambisi mengacaukan stabilitas kawasan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here