Organisasi Israel Peace Now mengungkap bahwa Kementerian Perumahan Israel telah mengeluarkan enam tender untuk membangun 4.030 unit permukiman baru di Tepi Barat. Rinciannya, 730 unit berada di permukiman Ariel Barat dekat Salfit, sementara 3.300 unit lainnya berlokasi di Ma’ale Adumim, bagian dari proyek perluasan besar yang juga mencakup pembangunan fasilitas publik, komersial, dan industri di atas lahan sekitar 2.500 dunam.
Menurut Peace Now, tender ini menandai tahap pelaksanaan rencana pembangunan yang selama ini disiapkan. “Pemerintahan Netanyahu memanfaatkan setiap kesempatan untuk memperdalam aneksasi Tepi Barat dan mematikan peluang solusi dua negara,” tulis organisasi tersebut.
Pada Rabu (13/8), komite keberatan di Dewan Tinggi Perencanaan menolak seluruh protes warga terhadap proyek di zona “E1”, wilayah strategis seluas 12 km² yang menghubungkan Ma’ale Adumim dengan Yerusalem Timur. Proyek ini berbatasan langsung dengan sejumlah kota dan desa Palestina, termasuk Anata, Al-Issawiya, Az-Za’im, Al-Eizariya, dan Abu Dis.
Keesokan harinya, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich mengumumkan dimulainya proyek E1 setelah tertunda lebih dari dua dekade. Didukung penuh oleh PM Benjamin Netanyahu, Smotrich menyebut Tepi Barat sebagai “bagian dari Israel berdasarkan janji ilahi” dan bertekad mendatangkan satu juta pemukim baru dengan mencaplok ribuan dunam lahan serta menggelontorkan investasi miliaran dolar.
Kementerian Luar Negeri Palestina mengecam keras langkah ini, menyebutnya sebagai kelanjutan dari “kebijakan genosida, pengusiran, dan aneksasi” yang diterjemahkan Netanyahu sebagai visi “Israel Raya”. Menurut mereka, proyek ini dirancang untuk memecah wilayah Tepi Barat menjadi kantong-kantong terisolasi, memudahkan proses aneksasi di masa depan.
Kementerian menuntut adanya sanksi internasional yang tegas terhadap Israel, agar menghentikan pembangunan permukiman ilegal dan memenuhi hak rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya, termasuk mendirikan negara merdeka di wilayah pendudukan 1967 dengan Al-Quds Timur sebagai ibu kota.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Al-Quds mengingatkan bahwa proyek E1 adalah salah satu yang paling berbahaya, karena akan mencekik Yerusalem dan memutus konektivitas antara Tepi Barat bagian utara dan selatan. Mereka menegaskan bahwa langkah ini adalah “kejahatan perang” yang melanggar hukum internasional dan resolusi PBB, termasuk Resolusi 2334 yang secara jelas mengkriminalisasi permukiman.