Sebanyak 11 warga Palestina, termasuk perempuan dan bayi, syahid dalam serangan udara Israel yang menghantam Sekolah Mustafa Hafiz (tempat para pengungsi mencari perlindungan) di bagian barat Kota Gaza, pada fajar hari ini. Sementara itu, 6 orang lainnya juga syahid akibat serangan terhadap warga yang tengah mengantre bantuan di sekitar Koridor Netzarim, selatan kota.
Gambar-gambar yang diperoleh Al Jazeera memperlihatkan detik-detik pertama setelah serangan, api yang melalap ruang-ruang sekolah, dan para pengungsi yang terbakar bersama barang-barang terakhir yang mereka miliki.
Sumber Palestina melaporkan bahwa pasukan pendudukan Israel juga meledakkan sejumlah bangunan pemukiman di wilayah timur Kota Gaza, sembari menggempur wilayah timur permukiman Shuja’iyya dan Tuffah dengan serangan udara intensif.
Hanya sehari sebelumnya, Rabu, tercatat 112 warga Palestina gugur syahid akibat gempuran Israel di berbagai wilayah Gaza. Di antara mereka, 40 orang syahid di Kota Gaza, dan 24 lainnya tewas saat menunggu bantuan, sebagaimana didokumentasikan rumah sakit setempat.
Penargetan terhadap warga sipil, pengungsi, dan fasilitas kesehatan terus berlanjut. Gambar-gambar memilukan memperlihatkan korban berjatuhan di depan Rumah Sakit Al-Awda di Kamp Nuseirat, saat tim medis berjuang menyelamatkan nyawa di tengah kekurangan segalanya.
Rumah Sakit Nyaris Lumpuh Total
Dr. Marwan Al-Hams, Direktur Rumah Sakit Lapangan Kementerian Kesehatan Gaza, mengungkapkan bahwa kebanyakan korban yang terkena saat mengantri bantuan mengalami luka serius di bagian kepala dan tubuh bagian atas.
Al-Hams memperingatkan bahwa jika Kompleks Medis Nasser di selatan Gaza berhenti beroperasi, akan terjadi bencana kemanusiaan besar yang mustahil dibendung.
Sementara itu, UNRWA mendesak agar dunia mencegah bencana kelaparan di Gaza dengan memulihkan pengiriman bantuan kemanusiaan secara luas, aman, dan berkelanjutan. “Warga Gaza benar-benar kelelahan setelah hampir 660 hari berada dalam cengkraman perang,” tulis pernyataan mereka.
Rencana Pemusnahan dan Pengusiran
Di sisi lain, Menteri Energi Israel, Eli Cohen, secara terang-terangan mengungkapkan bahwa pemerintah Israel telah membentuk satuan khusus di Kementerian Pertahanan untuk mempercepat rencana pengusiran massal warga Gaza. Menurutnya, “Sebanyak mungkin warga Gaza harus dikeluarkan secara sukarela,” ucapnya sinis.
Ia juga menegaskan tidak ada rencana untuk membangun kembali Gaza dalam waktu dekat. “Tidak ada skenario rekonstruksi Gaza dalam waktu dekat. Rencana pengusiran ini harus dijalankan dengan kekuatan penuh,” katanya lagi.
Sejalan dengan agresi brutal ini, Israel mengumumkan nama baru untuk operasi militernya di Gaza: “Liyyith Al-Mushri’ib” (Singa yang Menjulurkan Leher), kelanjutan dari nama agresi mereka terhadap Iran sebelumnya, “Singa yang Bangkit.” Nama tersebut diambil dari kitab suci mereka, menggambarkan semangat kebrutalan tanpa ampun.
Ini adalah keempat kalinya Israel mengganti nama operasi militernya di Gaza sejak serangan dimulai Oktober 2023. Sementara itu, Hamas tetap menamai perlawanan mereka sebagai “Badai Al-Aqsha,” simbol perjuangan yang tak akan padam.
Sumber: Al Jazeera