Pemukim Yahudi dan tentara Israel baku hantam di Tepi Barat. Kali ini, bukan hanya warga Palestina yang jadi korban, tapi justru tentara Israel sendiri diserang para pemukim fanatik Yahudi yang dulu mereka lindungi dan berikan senjata.

Bentrok brutal ini muncul setelah bertahun-tahun pemerintah Netanyahu memanjakan pemukim dengan senjata dan perlindungan hukum, demi menekan rakyat Palestina. Kini, senjata itu berbalik arah.

Dalam sepekan terakhir, pemukim menyerbu pos militer, membakar fasilitas keamanan, menyerang tentara dengan semprotan merica, bahkan merusak kendaraan militer. Semua ini terjadi saat tentara berusaha membongkar pos pemukiman ilegal Yahudi.

Lucunya, para pemukim berdalih marah karena seorang remaja mereka terluka oleh tembakan tentara. Padahal, kekerasan sistematis mereka terhadap warga Palestina justru selama ini didukung diam-diam oleh otoritas Israel, sebuah ironi yang kini meledak di wajah Netanyahu.

PM Israel dan para menteri kebakaran jenggot, mengecam serangan ini sebagai “garis merah”. Tapi para pengamat menilai kecaman ini hanya basa-basi.

Kelompok HAM Israel, Breaking the Silence, tegas mengatakan: Kekerasan pemukim adalah buah langsung dari kebijakan resmi yang mendukung pembersihan etnis Palestina, bukan sekadar “kelalaian tentara”.

Kini, tentara Israel yang dulunya menjadi perisai para pemukim, justru menjadi target kemarahan. Para perwira hingga keluarganya menerima ancaman langsung. Kepala Staf Israel pun menyebut situasi ini “bencana”, sinyal betapa parahnya keretakan di tubuh Israel sendiri.

Sementara itu, pemerintah malah memilih “program rehabilitasi” untuk para pemukim pelaku kekerasan, bukannya tindakan hukum tegas.

Para analis memperingatkan, jika tak dihentikan, situasi ini hanya akan mempercepat anarki di Tepi Barat. Yang dulu menjadi “alat” penindas rakyat Palestina, kini menjadi ancaman nyata bagi tentara Israel sendiri.

Bagaimana rincian bentrok antara pemukim dan tentara di Tepi Barat?

Pemukim menyerang tentara dengan semprotan merica, merusak kendaraan militer, membakar pos keamanan dekat markas Brigade Binyamin di utara Ramallah, dan berusaha mencegah pembongkaran pos pemukiman ilegal dekat Baal Hatzor.

Menurut laporan Israel, pemukim marah karena seorang remaja (14 tahun) luka akibat tembakan tentara. Tentara memperingatkan tentang “kelompok anarkis bersenjata yang didukung politik”, dan mengkritik Menteri Pertahanan Yoav Gallant yang membatalkan penahanan administratif terhadap puluhan pemukim.

Bagaimana reaksi pemerintah Israel?

PM Netanyahu mengutuk keras, menuntut penyelidikan dan hukuman tegas. Menteri Pertahanan berjanji memberantas fenomena ini. Para menteri lain, termasuk Smotrich dan Ben Gvir, juga mengecam, menyebut serangan terhadap tentara sebagai “garis merah”.

Sebaliknya, oposisi menuduh pemerintah memelihara kekerasan pemukim. Benny Gantz menuding Ben Gvir dan Smotrich mendukung kekerasan melalui pelemahan polisi dan serangan terhadap tentara.

Keluarga komandan batalion yang diserang pemukim melaporkan ancaman langsung padanya dan istrinya, meski dia telah lama bertugas di cadangan sejak 7 Oktober.

Apa sikap militer?

Kepala Staf Eyal Zamir menyebut serangan pemukim pada tentara sebagai “bencana”, mendesak solusi cepat agar ekstremisme tak berkembang jadi anarki.

Tentara mengutuk keras, menyebutnya pelanggaran hukum serius, dan polisi membentuk unit investigasi khusus.

Bagaimana analisisnya?

Artikel Yedioth Ahronoth menilai serangan ini sebagai akibat langsung dari kebijakan pasca 7 Oktober yang mempersenjatai pemukim. Pengacara hak asasi manusia Snir Klein menegaskan para pemukim bukan sekadar “remaja gunung”, melainkan penjahat rasis yang kini bahkan menyerang tentara.

Organisasi Breaking the Silence menyebut kekerasan pemukim berakar pada kebijakan pemerintah yang mendukung pembersihan etnis, bukan sekadar kegagalan tentara.

Penulis Oren Ziv menekankan kekerasan sistematis ini didukung tentara, meski terjadi gesekan sesekali.

Apa bukti dukungan pemerintah?

Meski membentuk badan koordinasi baru antara tentara, Shabak, dan polisi, banyak pihak skeptis karena mekanisme serupa sudah ada.

Menteri Kaats menolak kembali ke kebijakan penahanan administratif terhadap pemukim, hanya memilih “program rehabilitasi” jutaan shekel bagi “remaja gunung”, ketimbang penindakan hukum serius.

Bagaimana kondisi di lapangan?

Kekerasan pemukim kini lebih terorganisir dan berani, dengan perluasan permukiman ilegal tanpa sanksi.

Menurut Haaretz, hukum sengaja dilemahkan, pembongkaran bangunan ilegal diabaikan, dan serangan pada tentara hanya mendapat kecaman lembek tanpa hukuman nyata.

Penulis Hagar Shezaf menilai siapa pun yang berusaha menegakkan hukum di Tepi Barat akan “membayar mahal”, sementara warga Palestina terus diusir dan desa-desa mereka menghilang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here