Diamnya perlawanan Palestina dalam beberapa waktu terakhir tidak berarti ketiadaan aksi militer. Hal ini karena strategi mereka memang mengandalkan penyergapan menggunakan senjata antitank buatan lokal yang jaraknya tidak lebih dari 150 meter, sebagaimana dijelaskan oleh pakar militer Mayor Jenderal Muhammad al-Samadi.
Dalam wawancara dengan Al Jazeera, al-Samadi mengatakan bahwa para pejuang menghindari konfrontasi langsung dalam kondisi taktis yang tidak menguntungkan. Sebagai gantinya, mereka menyergap pasukan pendudukan di wilayah-wilayah perkotaan yang hancur parah.
Oleh karena itu, setiap upaya pasukan Israel untuk masuk ke area-area semacam itu akan membuat mereka lebih rentan terhadap serangan, sebagaimana terjadi dalam beberapa jam terakhir yang diumumkan oleh pihak perlawanan.
Tiga Tank DihancurkanPada Rabu (17/4), Brigade Izzuddin al-Qassam—sayap militer Hamas—mengumumkan bahwa mereka telah menargetkan tiga tank Merkava 4 dengan roket anti-tank “Yasin 105” saat pasukan Israel mencoba bergerak ke wilayah timur lingkungan Tufah dalam 24 jam terakhir.
Serangan tersebut terjadi di wilayah yang menurut al-Samadi nyaris hancur total dan terus diawasi Israel selama 24 jam nonstop. Karena itu, ia menyebut keberhasilan penyergapan tersebut sebagai “keajaiban” dalam ukuran militer, mengingat sudah 556 hari Gaza mengalami perang, blokade, serta dominasi tembakan dan pengawasan dengan teknologi canggih.
Al-Samadi menekankan bahwa serangan ini menjadi bukti bahwa perlawanan masih aktif, mampu melancarkan serangan, menggerakkan pejuangnya ke lokasi tertentu, dan memanfaatkan momen yang tepat untuk memberikan kerugian kepada pasukan pendudukan.
Sejak Israel kembali melanjutkan agresinya di Gaza sebulan terakhir, serangan terhadap kendaraan militer Israel memang menurun drastis, karena strategi Israel kini lebih mengandalkan serangan udara dan pengepungan ketat, bukan lagi pertempuran darat langsung.
Sumber: Al Jazeera